REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polisi membubarkan ratusan pengungsi asal Afghanistan yang berdemonstrasi di depan kantor Komisioner Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (UNHCR) Indonesia, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Selasa (24/8). Setelah membubarkan, polisi menyemprotkan disinfektan di area depan kantor UNHCR.
Polisi sebenarnya sudah berupaya membubarkan ratusan demonstran yang berkumpul sejak pagi itu pada pukul 11.00 WIB. Kericuhan pun terjadi. Namun, sekitar separuhnya memilih bertahan.
Pembubaran kembali dilakukan pukul 16.00 WIB. Puluhan aparat menghalau massa dengan membentuk barikade dan perlahan mendorong massa menjauh dari kantor UNHCR. Ada pula polisi yang menggunakan motor trail dan mobil taktis.
Sekitar pukul 16.15 WIB, area depan kantor UNHCR sudah steril dari massa demonstran. Sekitar 15 menit berselang polisi kembali datang, kali ini tujuannya untuk menyemprotkan disinfektan. Mobil water canon tampak menyemprotkan cairan disinfektan di titik yang sebelumnya jadi tempat berkumpul massa.
Republika.co.id berupaya meminta penjelasan terkait hal ini kepada Kabagops Polres Metro Jakpus AKBP Guntur Muhammad Tariq di lokasi. Namun, ia enggan memberikan keterangan.
Demonstrasi tersebut digelar ratusan pengungsi Afghanistan untuk meminta kejelasan nasib mereka kepada UNHCR. Sebab, sudah bertahun-tahun mereka di Indonesia, tapi belum juga ditempatkan ke negara ketiga (resettlement).
Selama menetap sementara di Indonesia, mereka tak diizinkan bekerja. Mereka juga tak bisa mendapatkan suntikan vaksin lantaran tak punya izin tinggal. "Perpindahan ke negara tujuan dan kebebasan adalah hak kami," demikian bunyi salah satu poster tulisan tangan yang diangkat salah satu pengungsi.
Sedangkan untuk kembali ke negara asalnya, bagi mereka hal itu tak memungkinkan. Sebab, Taliban sudah kembali berkuasa sehingga keberadaan suku minoritas Hazara kembali terancam.
"Kami di sini kumpul hampir 800 orang memang kebanyakan dari Hazara. Keluarga kami di Afghanistan kondisinya sekarang tidak bagus karena tiap saat, tiap jam mereka khawatir," kata Qurban Ali Mirzai (27), pengungsi asal Provinsi Ghazni, tak jauh dari ibu kota Kabul.
Afghanistan berkecamuk dalam sepekan terakhir usai Taliban (kelompok yang mayoritas diisi suku Pasthun) mengambil alih pemerintahan dan Kota Kabul. Warga sipil Afghanistan kabur ke berbagai negara karena takut dengan cara Taliban memerintah, sebagaimana mereka dulu berkuasa 1996-2001. Ketika itu, Taliban menerapkan hukum syariat Islam superkaku dan juga diskriminatif kepada kelompok minoritas.