Kamis 09 Sep 2021 21:34 WIB

2 Sebab Sabar dalam Menjauhi Maksiat Menurut Ibnu Qayyim

Sabar menjauhi maksiat merupakan salah satu tingkatan sabar

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Nashih Nashrullah
Sabar menjauhi maksiat merupakan salah satu tingkatan sabar. Ilustrasi menghindari maksiat
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Sabar menjauhi maksiat merupakan salah satu tingkatan sabar. Ilustrasi menghindari maksiat

REPUBLIKA.CO.ID, Di antara tingkatan sabar tidak hanya terbatas pada sabar terhadap musibah, tetapi juga sabar dalam ketaatan dan menjauhi maksiat. 

Menurut Ibnu Qayyim Al Jauziyyah, dalam kitab Madarij As Salikin Baina Manazil Iyyaka Na’budu wa Iyyaka Nasta’in menjelaskan, ada dua alasan seorang Muslim untuk bersabar terhadap kemaksiatan yakni pertama, takut akan ancaman hukuman ketika bermaksiat. Karena dengan rasa takut berarti akan menambah keimanan yang kuat di hatinya. Dalam hadits disebutkan sebagai berikut:  

Baca Juga

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَسْرِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَشْرَبُ الْخَمْرَ حِينَ يَشْرَبُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَالتَّوْبَةُ مَعْرُوضَةٌ بَعْدُ 

Dari Abu Hurairah RA berkata, "Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, "Tidaklah seorang pezina saat berzina dsebut sebagai mukmin, dan tidaklah seorang pencuri saatmencuri dusebut mukmin, dan tidaklah seorang yang menimum khamar saat meminumnya disebut mukmin. Sedangkan pintu taubat akan selalu terbuka."   

Kedua, adanya rasa malu. Karena ada rasa malu dari Allah SWT berarti menunjukkan ketaatan dan kehadiran hati bersamanya. Dan karena di dalamnya ada pemuliaan dan penghormatan baginya yang tidak ditakuti. 

Rasa malu juga akan membangkitkan kekuatan mawas diri, dan menyaksikan keagagunan nama dan sifat Allah. Namun, yang lebih baik dari alasan itu semua adalah hendaknya pendorong menjauhi maksiat adalah alasan cinta. Sebab kecintaan kepada Allah SWT, maka seseorang meninggalkan maksiat.    

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement