REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir memastikan restrukturisasi utang BUMN menjadi jawaban atas persoalan yang terjadi pada masa lampau. Erick tak ingin restrukturisasi utang sekadar menunda persoalan.
Erick mencontohkan upaya restrukturisasi utang sebesar Rp 43 triliun yang dilakukan PT Perkebunan Nusantara (Persero) atau PTPN Group. Menurutnya, PTPN Group telah memetakan proses restrukturisasi berdasarkan kategori jumlah utang.
Alhasil, PTPN berhasil mendapatkan perpanjangan pelunasan utang hingga 2028 lantaran 18 bank nasional dan asing telah menyetujui restrukturisasi utang PTPN sebesar Rp 41 triliun pada April 2021.
"Ini memang langkah-langkah yang harus dilakukan ketika PTPN punya utang Rp 43 triliun. Kita tahu ini merupakan penyakit lama dan ini saya rasa suatu korupsi yang terselubung yang memang harus dibuka dan harus dituntut yang melakukan ini," ujar Erick saat rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (22/9).
Erick menyebut PTPN tetap harus melakukan efisiensi yang besar-besaran terhadap biaya operasional, meski telah berhasil melakukan restrukturisasi. Selain itu, Erick meminta PTPN dapat meningkatkan produksi guna membayar utang agar bank-bank pemberi pinjaman juga terhindar dari kebangkrutan.
"Kita inisiasi, selain efisiensi juga harus ada peningkatan produksi, kita memang salah satu diuntungkan dengan harga kelapa sawit yang sedang naik," ucap Erick.
Erick mengatakan PTPN secara perlahan mulai meningkatkan pendapatan hingga 37 persen. Ia menyebut peningkatan kualitas produk menjadi kunci utama agar PTPN dapat bersaing.
Erick meminta PTPN memberikan bibit yang bagus untuk para petani rakyat supaya dapat menghasilkan panen yang berkualitas yang dijual ke perseroan. "Seperti yang kemarin saya lihat di Banyuwangi seperti coklat, dia memang tidak punya nilai bermain di global ataupun di pasar lokal," ucapnya.
Erick juga menyebut sejumlah inovasi lain seperti konsolidasi kelapa sawit dan pembentukan holding pabrik gula dapat menjadi aksi korporasi yang menguntungkan bagi PTPN ke depan. Erick mengatakan pemerintah tetap menjadi pemegang saham mayoritas dalam holding pabrik gula untuk memproteksi iklim persaingan gula-gula di Indonesia yang selama ini masih terus impor.
"Di situ peta jalan jelas, bagaimana PTPN setelah konsolidasi kita akan melihat mana pabrik yang bisa lanjut dan mana yang harus ditutup. Contohnya kemarin yang di Glenmore, Banyuwangi itu itu tadinya rendemennya itu cuman 4 sampai 5,5 persen, dengan perubahan direksi yang baru alhamdulillah kemarin rendemennya sudah 8 persen," lanjut Erick.
Menurut Erick, PTPN juga berkomitmen memberikan bibit unggul kepada petani secara gratis yang pada akhirnya akan menguntungkan PTPN lantaran gula petani akan diserap untuk PTPN.