Ahad 26 Sep 2021 15:19 WIB

BPS Masih Kaji Pencatatan Data Jagung Berbasis KSA

BPS menargetkan data jagung berbasis KSA bisa mulai dirilis pada awal 2022.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolandha
Petani memangkas dahan tanaman jagung yang siap panen di Desa Brobot, Bojongsari, Purbalingga, Jateng, Sabtu (25/9/2021). BPS menargetkan data jagung berbasis KSA bisa mulai dirilis pada awal 2022.
Foto: ANTARA/Idhad Zakaria
Petani memangkas dahan tanaman jagung yang siap panen di Desa Brobot, Bojongsari, Purbalingga, Jateng, Sabtu (25/9/2021). BPS menargetkan data jagung berbasis KSA bisa mulai dirilis pada awal 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mengatakan pencatatan data komoditas jagung berbasis kerangka sampel area (KSA) masih dalam kajian dan evaluasi. BPS menargetkan data jagung berbasis KSA bisa mulai dirilis pada awal 2022.

"Semoga paling lambat awal tahun depan atau bisa lebih cepat jika semua kajian sudah firm," kata Kadarmanto kepada Republika.co.id, Ahad (26/9).

Baca Juga

Dikarenakan data jagung yang saat ini belum dapat disimpulkan oleh BPS, Kadarmanto menegaskan, luasan pertanaman jagung tahunan saat ini juga belum terjamin validitasnya.

Diketahui, pada tahun 2021 Kementerian Pertanian menargetkan produksi jagung bisa mencapai 22,5 juta ton. Target produksi tersebut dengan asumsi luas tanam jagung mencapai 4,2 juta hektare (ha) dengan luas panen 4,1 juta hektare dan rata-rata produktivitas 5,4 ton per hektare

Setelah merilis data luas tanam, luas panen, dan produksi padi berbasis metode KSA pada akhir 2019 lalu, BPS menyatakan bakal memperluas cakupan komoditas selain padi. Di antaranya, jagung, sawit, hingga gula.

Khusus pada komoditas jagung, diketahui terdapat masalah pengitungan teknis yang dihadapi BPS. Teknologi citra satelit yang dimiliki telah memang dapat menangkap area pertanaman jagung.

Namun, meski jagung merupakan tanaman pangan seperti padi, perlu metode yang lebih rigid untuk bisa menghitung produksi lantaran sifat tanaman yang jauh berbeda dengan padi.

Kebijakan satu data saat ini dinilai penting agar kebijakan yang diambil mengenai komoditas pangan dapat tepat. Hal itu pun telah tercermin dari komoditas beras yang saat ini telah memiliki satu data dari BPS sehingga lebih kondusif.

Persoalan data jagung belakangan kembali mencuat akibat tingginya harga jagung pakan yang diterima para peternak. Kementerian Perdagangan (Kemendag) menilai, tingginya harga jagung tidak jauh diakibatkan oleh minimnya ketersediaan.

Sementara, Kementerian Pertanian mengklaim, produksi jagung saat ini mencukupi. Namun, kenaikan harga yang terjadi akibat disparitas ketersediaan jagung antar daerah sehingga menimbulkan kenaikan harga.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement