REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mewaspadai keadaan fiskal Amerika Serikat termasuk mengenai debt ceiling atau batas utang pemerintah negara tersebut yang melonjak. Adapun pembahasan dilakukan setelah utang negara tersebut mencapai batas maksimal dan terancam gagal bayar.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pihaknya akan memantau pembahasan tersebut karena tidak ingin hal-hal itu berdampak terhadap perekonomian nasional. Hal ini mengingat pemerintah Amerika Serikat juga sedang merumuskan kebijakan pengetatan moneter atau tapering off yang sedang diwaspadai oleh negara-negara dunia.
"Kami tidak lengah dengan perubahan global yang begitu sangat dinamis. Ada persoalan terjadinya pembahasan debt ceiling di Amerika Serikat. Ini menjadi faktor yang kita waspadai, dan kemungkinan terjadinya tapering moneter di Amerika Serikat,” ujarnya saat webinar CIMB Niaga, Kamis (29/9).
Saat ini utang AS sudah mencapai ambang batas yang ditetapkan sebesar 28,4 triliun dolar AS. Pemerintah Amerika yang dikuasai Partai Demokrat pun sudah mengusulkan rancangan undang-undang yang akan menangguhkan plafon utang sampai Desember 2022.
Tapi deadlock terjadi karena partai Republik yang menguasai Senat menolak beleid tersebut. Pada 28 September 2021, Menteri Keuangan Amerika Janet Yellen mengatakan jika sampai 18 Oktober tak ada persetujuan, maka masalah ini berpotensi memicu krisis keuangan.
Menurut Sri Mulyani pembahasan ini merupakan salah satu faktor yang akan terus diwaspadai pemerintah Indonesia. Sri Mulyani mengungkapkan berbagai krisis tersebut akan memberikan dampak besar terhadap ekonomi global termasuk dalam upaya pemulihan dari dampak Covid-19.
Dia menegaskan pemerintah berupaya menjaga pemulihan ekonomi domestik sekaligus melihat perkembangan krisis itu mengingat sifatnya yang sangat dinamis. “Sambil melihat dan menjaga pemulihan ekonomi domestik kita, kita tidak lengah terhadap perubahan global yang sangat dinamis. Saat ini maupun 2022,” ungkapnya.
Selain Amerika, Sri Mulyani juga mewaspadai krisis utang Evergrande di China. Raksasa properti itu sekarang sedang terbelit utang terbesar di dunia sebesar 300 miliar dolar AS.
"Mereka akan mengalami situasi yang sangat tidak mudah dan memiliki dampak yang luar biasa besar, baik perekonomian domestik di China dan di dunia," ucapnya.
Belajar dari kasus di Amerika Serikat dan China, Sri Mulyani optimistis pemerintah Indonesia akan berhati-hati dalam mengelola utang, sehingga tidak memberatkan belanja negara. Hal ini seiring pemulihan ekonomi dan kesehatan akibat Covid-19.
"Kita juga mengendalikan kenaikan utang pada APBN kita agar menjadi sehat. Pada 2022 fokusnya adalah reformasi struktural, fiskal dan komitmen kementerian/lembaga dan APBN secara baik," ucapnya.
Sri Mulyani menjelaskan fokus pemerintah melalui anggaran tahun depan terhadap sektor prioritas seperti sektor kesehatan, reformasi pendidikan, hingga jaminan sosial. “Kita akan lakukan belanja yang semakin efisien dan transfer ke daerah yang semakin berkualitas,” ucapnya.