REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Tantangan merger PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) I-IV (Persero) kini di depan mata. Keempat perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang jasa pelabuhan itu pada Jumat (1/9) resmi melebur ke dalam PT Pelindo II yang menjadi surviving entity setelah Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2021.
Untuk mencapai visi menjadi pemimpin ekosistem maritim terintegrasi dan berkelas dunia, Pelindo II kini harus menuntaskan sejumlah hal setelah terintegrasi dengan Pelindo I, III, dan IV. Chairman Supply Chain Indonesia Setijadi mengungkapkan tantangan pertama yang perlu dituntaskan setelah merger Pelindo terbentuk yakni peningkatan dan standarisasi pelayanan di semua pelabuhan.
“Peningkatan standardisasi semua pelabuhan Pelindo ini harus didukung standarisasi proses, SDM, dan teknologi atau fasilitas dengan sistem informasi yang terintegrasi,” kata Setijadi, Ahad (3/10).
Setijadi menyebut, standardisasi yang terintegrasi tersebut harus dilakukan baik antarpelabuhan maupun antara pelabuhan dan pengguna. Tak hanya itu, Setijadi menuturkan, hal yang harus dituntaskan selanjutnya yakni penataan hub and spoke.
Dia menjelaskan, penataan hub and spoke kepelabuhanan Indonesia sangat erat kaitannya dengan tantangan utama mengurangi pelabuhan pintu ekspor dan impor. “Pembatasan menjadi hanya dua hingga lima international hub port akan meningkatkan volume barang secara signifikan di beberapa pelabuhan hub itu yang berpotensi menarik direct call untuk mother vessel,” ungkap Setijadi.
Setijadi menyatakan,penataan hub and spoke dapat menjadi strategi penting meningkatkan daya saing pelabuhan Indonesia secara global. Termasuk juga dalam mengalihkan pengiriman yang selama ini melalui Singapura.
“Upaya itu yang harus dibarengi dengan penataan jaringan pelabuhan pengumpan bukan hal mudah, namun perlu menjadi prioritas dalam jangka panjang,” ungkap Setijadi.
Dalam pengembangan sistem transportasi multimoda, Setijadi menilai Pelindo dapat berperan mendorong integrasi pengiriman barang secara end to end. Hal tersebut menurutnya dapat dilakukan dengan melibatkan perusahaan pelayaran dan operator transportasi jalan dan rel untuk meningkatkan efisiensi secara keseluruhan.
Analisa PT Pelayaran Nasional Indonesia (Persero) atau Pelni dan Indonesian National Shipowners Association (INSA) menunjukkan biaya kepelabuhanan sekitar 31 persen dan biaya transportasi laut sekitar 19 persen. Sementara biaya transportasi hinterland mencapai sekitar 50 persen.
Sebelumnya, Wakil Menteri II BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan merger Pelindo menjadi langkah penting dalam rangka meningkatkan value creation bagi BUMN pelabuhan. Kartika menyebut, mergen Pelindo mengemban tujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi kepelabuhanan nasional.
Kartika mengharapkan manfaat dari merger pelindo dapat segera terealisasi. Kartika menyebut, langkah Pelindo selanjutnya yakni harus fokus mengefektifkan keempat subholding dan mengoperasikannya secara optimal.
Setelah terintegrasi, Pelindo akan membentuk empat klaster bisnis atau subholding untuk anak perusahaan yang dimiliki oleh Pelindo I-IV. Subholding dibentuk berdasarkan kategori bisnis yaitu pertama yakni peti kemas, kedua yakni nonpeti kemas, ketiga yakni logistik dan hinterland development, dan keempat yakni marine, equipment, and port services.
Kartika mengharapkan dengan terwujudnya merger Pelindo yang sudah direncanakan sejak lama dapat memberikan optimisme kepada masyarakat Indonesia. "Kepelabuhanan nasional akan terus tumbuh dan pada akhirnya dapat bersaing dengan pemain besar pelabuhan dunia," data Kartika dalam pernyataan tertulisnya, Jumat (1/9).
Untuk mencapai visi menjadi pemimpin ekosistem maritim terintegrasi dan berkelas dunia, Direktur Utama Pelindo II Arif Suhartono menuturkan perencanaan langkah pun sudah ditentukan. Integrasi Pelindo mengemban misi untuk mewujudkan jaringan ekosistem maritim nasional melalui peningkatan konektivitas jaringan.
Arif menuturkan, integrasi pelayanan juga menjadi misi utama sebelum mencapai tujuan utama membangun pelabuhan kelas dunia. “Integrasi pelayanan dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia,” kata Arif.
Pilar strategis Pelindo pun sudah disiapkan. Arif mengatakan, untuk mencapai transformasi pelabuhan kelas dunia, standar operasional setiap pelabuhan perlu ditingkatkan.
“Peningkatan standar kualitas operasional pelabuhan dengan memanfaatkan teknologi digital,” ujar Arif.
Arif mengatakan, integrasi Pelindo akan diikuti dengan peningkatan kualitas layanan berbasis pelanggan. Begitu juga dengan pengembangan sustainable ports dan persiapan ekspansi nasional.