REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR — Dewan Pendidikan (Wandik) Kota Bogor meminta kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor agar memberikan sanksi tegas, kepada pihak-pihak yang terlibat dalam aksi kekerasan yang menyebabkan pelajar berinisial RM (17 tahun) meninggal pada Rabu (6/10) malam. Terlebih peristiwa tersebut terjadi tepat di hari ke-tiga Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di Kota Bogor.
Ketua Wandik Kota Bogor, Deddy Karyadi mengatakan, pengeroyokan yang dilakukan pelajar atas pelajar lainnya yang menyebabkan satu orang meninggal dunia itu harus diproses secara tegas. Dia pun mendorong agar Polresta Bogor Kota melakukan pemeriksaan secara menyeluruh terhadap pihak-pihak yang terlibat.
Kemungkinan pengaruh alkohol maupun narkoba, menurut Deddy juga sebaiknya diperiksa pada para pelaku. “Kita imbau polisi juga mesti memeriksa kemungkinan para pelaku ini menggunakan obat-obatan terlarang. Seperti narkoba dan miras di kalangan pelaku tawuran,” ujarnya, Sabtu (9/10).
Selain itu, sambung dia, Wandik kota Bogor juga meminta agar pihak berwenang memberikan pembinaan terhadap orangtua siswa yang sudah lalai menjaga anak-anaknya. Sebab, peristiwa yang terjadi tidak jauh dari SMAN 7 Bogor itu terjadi pada malam hari. Dimana para siswa seharusnya berada dalam pengawasan orang tua.
Deddy juga meminta Pemkot Bogor dan Kantor Cabang Dinas (KCD) Pindidikan Wilayah II Jawa Barat, untuk juga memberikan sanksi tegas kepada pihak-pihak sekolah yang terlibat dalam setiap aksi tawuran.
“Sejak 2019, kami memang sering mendorong agar sekolah-sekolah yang terlibat dalam kasus tawuran agar mendapatkan sanksi tegas. Jadi saya harap ini bisa menjadi catatan untuk semuanya,” ujarnya.
Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto mengaku akan berkoordinasi dengan Gubernur Jawa Barat, terkait dua sekolah yang terlibat aksi kekerasan, yakni SMAN 6 dan SMAN 7 Bogor. Sebab sekolah di tingkat SMA dan SMK merupakan wewenang provinsi.
Selain itu, kata Bima Arya, ke depannya dirumuskan tindakan apa yang akan dilakukan Pemkot Bogor setelah berkoordinasi dengan Provinsi Jawa Barat.
“Karena ada dimensi pembinaan yang penting. Tetapi jangan sampai personal ini juga merusak lembaga secara keseluruhan. Jadi harus ada pola yang pas,” ujarnya.