Selasa 26 Oct 2021 10:05 WIB

Ekowisata Kalibiru Terus Didorong untuk Sejahterakan Warga

Perhutanan sosial memberikan akses legal untuk pemanfaatan hutan agar tetap lestari.

Objek wisata di Kulon Progo, Yogyakarta, Kalibiru.
Foto: ROL/Winda Destiana
Objek wisata di Kulon Progo, Yogyakarta, Kalibiru.

REPUBLIKA.CO.ID, KULON PROGO -- Wisata Alam Kalibiru, salah satu destinasi pariwisata andalan di Tanah Air, menyulap hutan yang semula gundul akibat pembalakan liar menjadi rimbun dan lestari. Ekowisata di Kawasan Hutan Menoreh Barat, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta juga menyejahterakan masyarakat di sekitarnya. 

Kalibiru sudah beroperasi sejak 2009 dan dikelola oleh Kelompok Tani Hutan Kemasyarakatan (HKm) Mandiri program Perhutanan Sosial. Wisata alam ini terbentuk berkat kolaborasi seluruh pihak dari masyarakat setempat, pemerintah daerah dan pusat, hingga Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Berkat meraih penghargaan Wana Lestari pada 2014, pengunjung semakin membludak hingga 82 persen pada 2016. 

Pada 2018, omzet Kalibiru diketahui bahkan mencapai Rp 7,2 miliar. Dalam webinar yang diselenggarakan oleh Katadata menuju COP26 yang bertajuk “Ecotourism for Forest Conservation and Social Welfare”, Senin (25/10), Ketua Kelompok Tani Hutan Kemasyarakatan (HKm) Mandiri Kulonprogo, Parjan, menjelaskan saat ini banyak masyarakat yang sebelumnya bekerja di luar negeri dan kota pulang ke kampung halaman untuk mengelola Wisata Alam Kalibiru.

Namun, Parjan dan kelompoknya banyak menemui tantangan pada awal pembentukannya. Sebelumnya, kawasan tersebut adalah kawasan hutan produksi yang menjadi tempat masyarakat menanam pohon dan tumbuhan lainnya. Lalu, karena beralih menjadi hutan lindung, Parjan dan kelompoknya mencari jalan keluar untuk tetap memanfaatkan hutan tanpa merusaknya.

“Waktu mengarah ke jasa lingkungan yaitu pembuatan ekowisata, banyak yang tidak setuju karena takut tidak bisa merambah lagi. Lalu ada pendekatan dari pemerintah dan LSM yang turut mendukung untuk mengarah ke sana,” kata Parjan.

Tak hanya membantu meyakini masyarakat, pemerintah daerah dan LSM pun berkolaborasi dengan HKm Mandiri untuk memperkuat kelembagaan Wisata Alam Kalibiru. Project Manager Community Based Forest Management Kemitraan, Gladi Hardiyanto atau biasa dipanggil Yayan, menjelaskan bahwa LSM turut membantu memperkuat konsep ekowisata dan memastikan seluruh komponennya terpenuhi.

“Ada peran Pemda Kulon Progo masuk mendukung sarana dan prasarana. Dan yang penting itu pengelolaannya. Pengelolanya pemuda, mereka menemukan titik-titik spot foto yang menarik wisatawan,” Yayan menjelaskan peran pihak lainnya saat berkolaborasi.

Dalam webinar tersebut juga turut hadir Bupati Kulon Progo, Sutedjo, yang menceritakan dukungan Pemda sejak awal pembentukan. Selama prosesnya, Sutedjo menyadari pentingnya melibatkan masyarakat dalam mengelola dan memelihara hutan. Sebelum mengantongi izin HKm, masyarakat diberi izin sementara selama 5 tahun. 

Sutedjo menyadari bahwa mengubah pola pikir masyarakat tidak mudah. Namun dengan upaya yang dilakukan terus menerus, masyarakat mulai memiliki rasa kepemilikan akan hutan dan menjaganya dari pembalakan liar. Kelompok Tani HKm Mandiri menjadi pionir dalam mengelola kawasan hutan secara lestari dengan membentuk Wisata Alam Kalibiru. Akhirnya, Pemda terus memberi dukungan dalam berbagai bentuk.

“Selain pendampingan, Pemerintah Daerah pernah memberi bantuan seperti pembentukan usaha koperasi, bibit tanaman untuk di bagian bawah kawasan Kalibiru, ternak lembu, dan lainnya,” kata Sutedjo.

Melihat keberhasilan pengelolaan Wisata Alam Kalibiru, pemerintah pusat mengapresiasi kerja keras dan kolaborasi seluruh pihak yang terlibat. Menurut Sekretaris Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Erna Rosdiana, keberhasilan ini adalah cita-cita dari program perhutanan sosial itu sendiri. 

“Ini seperti sebuah konsep tanpa kita kondisikan dari pusat dan berjalan sendiri. Kami punya konsep tapi implementasinya secara spontan ditangkap Pemda dan diimplementasikan oleh masyarakat, lalu difasilitasi oleh pendamping,” ucapnya.

Ia menjelaskan, perhutanan sosial memberikan akses legal untuk pemanfaatan hutan agar tetap lestari. Erna menyebutkan, setelah diberi akses kelola, pengembangan selanjutnya tergantung dengan kemampuan dan semangat kelompok masyarakat. Perlu ada komitmen dan kemauan yang besar untuk bertahan mengelolanya.

Salah satu kunci kesuksesannya pun adalah kolaborasi pemerintah pusat dan daerah. Dengan dukungan seluruh pihak pemerintah, masyarakat mampu mengembangkan usahanya dengan mudah. Dengan menjadikan Kalibiru sebagai salah satu proyek percontohan, KLHK turut mengembangkan potensi alam dalam program Perhutanan Sosial di Belitung dan Lumajang.

Untuk mengembangkan ekowisata di Tanah Air, KLHK juga berkolaborasi dengan kementerian/lembaga (K/L) terkait seperti Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) sebagai K/L utama dan Kementerian Pekerjaan Umkm dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk sarana dan prasarananya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement