Rabu 27 Oct 2021 20:09 WIB

Pengamat: China tak akan Sendirian Akui Pemerintahan Taliban

Hingga saat ini, belum ada negara yang resmi mengakui pemerintahan Taliban

Rep: Lintar Satria/ Red: Christiyaningsih
Bendera China. Pengamat: China tak akan Sendirian Akui Pemerintahan Taliban. Ilustrasi.
Foto: AP Photo/Kin Cheung
Bendera China. Pengamat: China tak akan Sendirian Akui Pemerintahan Taliban. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Pakar kebijakan luar negeri China di Asia Selatan di lembaga think tank China Institutes of Contemporary International Relations (CICR), Hu Shisheng, yakin China tidak akan jadi negara pertama yang mengakui pemerintahan Taliban di Afghanistan. China akan melakukannya bersama Rusia, Pakistan, dan Iran.

Taliban merebut kekuasaan di Afghanistan pada Agustus lalu. Taliban kemudian membentuk pemerintahan sementara pada September dan menempatkan petinggi-petinggi Taliban sebagai pejabat publik.

Baca Juga

Hingga saat ini, belum ada negara yang resmi mengakui pemerintahan Taliban. Akan tetapi pekan ini Menteri Luar Negeri China Wang Yi bertemu dengan pemerintah sementara Afghanistan di Doha, Qatar. "Segalanya akan berbeda ketika empat negara yakni China, Pakistan, Rusia, dan Iran mencapai konsensus mengenai hal ini, kami tidak akan menjadi yang pertama," kata Hu Rabu (27/10).

Hal ini ia sampaikan dalam forum keamanan yang digelar CICR yakni Beijing Xiangshan Forum. CICR merupakan think tank militer China yang mempromosikan pandangan keamanan Beijing. Hu memberikan sedikit kalkulasi kebijakan China pada Afghanistan.

Ia memprediksi setelah menarik pasukannya dari Afghanistan pada September lalu, Amerika Serikat (AS) ingin memperkuat kerja sama militer dengan India. Dengan demikian India dapat semakin 'berani' dan menimbulkan ancaman pada China.

Hubungan China dan India tidak terlalu harmonis dalam beberapa puluh tahun terakhir. Hubungan itu semakin retak saat tentara mereka bentrok di daerah yang disengketakan di perbatasan Himalaya pada Juni tahun lalu dan perselisihan itu masih mengalami kebuntuan. "Perselisihan baru tidak dapat diabaikan sepenuhnya," kata Hu.

Hu juga mengatakan masyarakat internasional berharap Taliban berhenti melakukan militansi mereka dan mencegah Afghanistan menuju kekacauan. Hal itu akan berdampak pada China dan rencana pembangunan kawasan 'Belt and Road'.

Ia juga mengungkapkan kekhawatiran AS dapat mengarahkan sumber daya langsung untuk menciptakan 'gangguan' bagi China di kawasan seperti di Laut China Selatan, Taiwan, dan Semenanjung Korea. "Amerika Serikat menginvestasikan 2 triliun dolar AS di Afghanistan selama 20 tahun terakhir, bahkan jika hanya 50 miliar dolar AS yang dialihkan, China akan merasakan banyak tekanan," katanya.

Setelah menarik pasukan dari Afghanistan, AS berbicara dengan negara-negara di kawasan termasuk India. AS ingin mendirikan pangkalan untuk operasi kontra-terorisme. Hal ini juga mengkhawatirkan bagi China.

"AS mengatakan pangkalan-pangkalan ini untuk memerangi teroris Afghanistan, tapi mereka dapat memiliki motif lain yang berkaitan dengan China dan Rusia," kata Wakil Ketua Dewan China Institute for International Strategic Studies, lembaga penelitian Kementerian Luar Negeri China, Du Nongyi.

"Asia Tengah merupakan halaman belakang Rusia. Kami tidak bisa membiarkannya menjadi pijakan Amerika Serikat," tambahnya.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement