REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Menteri Luar Negeri Afghanistan Amir Khan Muttaqi menolak gagasan untuk mengintegrasikan para pemimpin oposisi dalam pemerintahan sementara Afghanistan, Jumat (12/11). Dia menekankan bahwa tidak ada negara yang memiliki wewenang untuk memaksa mereka menerima perwakilan mantan pemerintahan sebelumnya ke dalam sistem saat ini.
Menurut Muttaqi, Taliban telah membentuk pemerintahan inklusif yang mencakup perwakilan dari semua kelompok etnis di seluruh negeri. Dia mengacu pada tuntutan negara yang berbeda untuk kelompok etnis yang berbeda untuk dimasukkan dalam pemerintahan.
"Kami memiliki Tajik, Baloch, Turkmenistan, Nuristanis, Uzbekistan, dan sejumlah kelompok etnis lainnya," kata Muttaqi dikutip dari Anadolu Agency.
"Jika yang dimaksud dengan inklusivitas adalah partisipasi komunitas etnis yang beragam di Afghanistan dan orang-orang dari berbagai daerah di negara ini, maka kabinet dan pemerintah kita saat ini memenuhi kriteria itu," ujarnya.
Tapi, Muttaqi menjelaskan, jika keberagaman yang dimaksud melibatkan pemerintahan mantan Presiden Ashraf Ghani, maka semua orang yang bekerja di pemerintahan sebelumnya tetap berada dalam sistem pemerintahan saat ini.
"Dan jika dengan inklusivitas yang mereka maksud adalah tokoh-tokoh oposisi politik memiliki kursi di kabinet dan posisi kekuasaan tinggi lainnya, maka tolong tunjukkan kepada kami contoh pemerintahan seperti itu di mana tokoh-tokoh oposisi juga menduduki posisi kekuasaan," ujarnya.
Muttaqi menyatakan, Taliban tidak pernah meminta pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden untuk memberikan kursi kepada Donald Trump dan anggota kabinetnya. "Jadi mengapa mereka meminta kami?" katanya.
Meski tidak ingin direcoki dalam susunan kabinet pemerintahan, Muttaqi mengundang komunitas internasional untuk terlibat dan mendiskusikan reformasi diinginkan di Afghanistan.
"Kami mengusulkan agar kami bekerja ke arah itu melalui kerja sama daripada tekanan, karena teknik tekanan telah gagal menghasilkan hasil selama 20 tahun terakhir dan masih digunakan, menyiratkan bahwa pelajaran belum dipetik," komentar pejabat diplomat Afghanistan itu.