REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rokok elektrik seperti vape telah menjadi produk tembakau yang paling sering digunakan oleh anak muda sejak 2014, menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC). Vaping atau kegiatan menghisap rokok elektrik, juga diketahui membahayakan otak yang sedang berkembang dan memicu masalah memori karena sangat adiktif.
Pada tahun 2020, 1 dari 20 siswa sekolah menengah melaporkan bahwa mereka melakukan vaping dalam 30 hari terakhir, dan 1 dari 5 siswa sekolah menengah melaporkan hal yang sama. Menurut temuan lain dari CDC pada tahun 2018, lebih dari 8 juta orang dewasa menggunakan rokok elektrik.
Beberapa orang mungkin berpikir vaping adalah alternatif yang aman untuk merokok, padahal itu sama sekali tidak benar. Alasannya, vape seringkali mengandung jumlah nikotin yang jauh lebih tinggi daripada rokok yang mudah terbakar. Beberapa kartrid nikotin pada vape dapat mengandung nikotin sebanyak satu bungkus rokok, jelas bahwa bahaya vaping sangat luas.
Tidak hanya fisik, vaping juga memiliki implikasi pada gangguan kesehatan mental. Menurut sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Journal of American Medical Association, ada hubungan yang signifikan antara penggunaan rokok elektrik dan gangguan depresi mayor. Penelitian yang diterbitkan dalam Annals of Clinical Psychiatry, menemukan bahwa para mahasiswa yang suka vaping memiliki prevalensi tinggi ADHD, PTSD, gangguan kecemasan, tidak percaya diri, dan impulsif.
Dilansir dari Health Digest, Ahad (14/11), secara umum, penggunaan produk apa pun dengan nikotin dapat berbahaya bagi kesehatan mental. Ketika penggunaan nikotin individu tumbuh dan berlanjut, penarikan nikotin akhirnya meningkatkan perasaan stres dan kecemasan. Ini juga dapat memperburuk gejala depresi, karena nikotin mengganggu jalur dopamin otak.
Namun, efek negatif dari penggunaan nikotin pada kesehatan mental ini bisa dihindari. Menurut sebuah penelitian yang diterbitkan dalam British Medical Journal, diamati bahwa masalah kesehatan mental seperti depresi, kecemasan, dan stres bisa membaik ketika pengguna berhenti dari produk nikotin.