Senin 15 Nov 2021 09:38 WIB

Varian Delta Plus Bagian Mutasi Alamiah SARS-CoV-2

Sampai saat ini, belum ada bukti penelitian terkait tingkat keganasan varian tersebut

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Agus Yulianto
Gejala Covid-19 terkait varian Delta.
Foto: Republika
Gejala Covid-19 terkait varian Delta.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Varian Delta Plus kini menjadi perbincangan baru terkait perkembangan corona virus disease (covid). Seperti kehadiran varian Delta atau varian Mu, kemunculan varian baru corona ini mulai mengusik kekhawatiran masyarakat.

Namun, Ketua Pokja Genetik FKKMK UGM dr Gunadi mengatakan, varian Delta Plus atau AY.4.2 merupakan hasil mutasi alamiah yang terjadi dalam virus, termasuk SARS-CoV-2. Meski begitu, hasil mutasi tidak selalu lebih berbahaya.

"Sekali lagi, AY.4.2 belum ada bukti yang menunjukkan lebih ganas ya, ataupun lebih mudah menular dibandingkan varian induknya, varian Delta (B.1.617.2)," kata Gunadi melalui rilis yang diterima Republika, Senin (15/11).

Gunadi menerangkan, sampai saat ini belum ada bukti penelitian terkait tingkat keganasan varian ini lebih berbahaya dari varian Delta. Otoritas Kesehatan Inggris juga baru menggolongkannya menjadi Variant Under Investigation, belum VOI atau VOC.

Meski varian ini berasal dari Inggris dan saat ini sudah terdeteksi di Malaysia, pemerintah tetap harus memperketat perbatasan untuk antisipasi masuknya setiap varian baru. Sebab, pencegahan penyebaran varian apapun sama, termasuk AY.4.2.

Bahkan, dia berpendapat, seharusnya pemerintah Indonesia sudah melakukan langkah antisipasi, termasuk perbatasan antar negara. Soal lonjakan penularan kasus di Inggris belakangan, Gunadi mengingatkan, belum tentu disebabkan varian tersebut.

Sebab, kenaikan penularan juga dipicu oleh longgarnya penerapan pembatasan dan protokol kesehatan. Artinya, tetap tergantung banyak faktor, dan salah satu faktor yang penting terkait aktivitas masyarakat dan tentu penerapan protokol kesehatan.

Menurut Gunadi, prokes memang tetap harus diperkuat dalam segala aktivitas yang dilakukan masyarakat sampai tercapai kekebalan komunal. Selain imunitas kelompok belum terbentuk, prokes tetap harus didisiplinkan sepanjang covid belum terkendali.

"Kuncinya satu, prokes. Sampai kapan? Sampai kekebalan komunal tercapai," ujar Gunadi. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement