MUI Nonaktifkan Anggotanya yang Ditangkap Densus 88
Rep: Bambang Noroyono/ Red: Agus raharjo
Layar yang menampilkan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Cholil Nafis bersama Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono (tengah) dan perwakilan Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme (BPET) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muhammad Makmun Rasyid (kiri) memberikan keterangan pers terkait kasus penangkapan terduga teroris jaringan Jemaah Islamiyah (JI) di Gedung Divisi Humas Polri, Jakarta, Rabu (17/11). Densus 88 menangkap tiga terduga teroris di Bekasi Jawa Barat yang terafiliasi oleh Jemaah Islamiyah salah satunya menjabat sebagai anggota fatwa Majelis Ulama Indonesia. Republika/Thoudy Badai | Foto: Republika/Thoudy Badai
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Majelis Ulama Indonesia (MUI) menonaktifkan sementara status anggota kepengurusan Komisi Fatwa, Ahmad Zain an-Najah (AZ), Rabu (17/11). Ketua MUI Pusat Muhammad Cholil Nafis menyampaikan, penonaktifan tersebut diputuskan oleh wadah para ulama tersebut, atas penangkapan AA oleh Datasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri, di Bekasi, Jawa Barat (Jabar), Selasa (16/11).
Penangkapan oleh Densus 88 tersebut, karena diduga AZ, terlibat dalam jaringan terorisme Jamaah Islamiyah (JI). Cholil pun mengkonfirmasi, AZ yang ditangkap tersebut, benar adalah anggota kepengurusan di Komisi Fatwa MUI. “Bahwa benar yang bersangkutan (AZ), anggota Komisi Fatwa MUI, yang merupakan perangkat dari organisasi MUI untuk membantu Dewan Pimpinan MUI,” ujar Cholil, saat konfrensi pers daring bersama dengan Polri, di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (17/11).
Tentu saja, kata Cholil, penangkapan tersebut mengagetkan. Karena kata dia, selama ini MUI, adalah salah satu lembaga yang juga turut mendukung pencegahan, maupun upaya penanggulangan terorisme di Indonesia maupun global. Menurutnya, melihat peran MUI, adalah penerbitan fatwa MUI 3/2004 tentang larangan kegiatan terorisme. Juga, kata Cholil, atas peran MUI dari hasil musyawarah nasional, dalam penanggulangan terorisme dan ekstrimisme di Indonesia.
“Kami prihatin, dan sangat terkejut ternyata anggota kami di MUI, ditangkap, atas nama DR Ahmad Zain an-Najah,” kata Cholil.
Tentu saja, kata Cholil penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat kepolisian, juga patut diapresiasi. Karena penangkapan tersebut sejatinya sebagai lahan pembuktian bagi siapapun yang dituding terlibat dalam jaringan terorisme, punya kesempatan membuktikan sebaliknya. “MUI menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada aparat penegak hukum. Dan meminta aparat untuk bekerja secara profesional dengan mengedapankan asas paraduga tidak bersalah, dan meminta agar tetap dipenuhi hak-hak hukum yang bersangkutan (AZ), untuk mendapatkan perlakuan hukum yang seadil-adilnya,” ujar Cholil.
Untuk memberi kesempatan pembuktian, dan menunggu keputusan hukum tersebut, kata Cholil, MUI memutuskan untuk menghentikan sementara status keanggotaan Ahmad Zain an-Najah, di Komisi Fatwa. “Kami memberikan ruang utuh kepada yang bersangkutan untuk menjalani proses hukum ini. Maka MUI, untuk sementara menoaktifkan yang bersangkutan sebagai pengurus di MUI sampai ada kejelasan, ataupun keputusan hukum yang tetap dari proses saat ini. Dan kita wajib menghormati proses hukum,” tegas Cholil.
Densus 88 menangkap Ahmad Zain, an-Najah di Perumahan Pondok Melati, di Bekasi, Jawa Barat, pada Selasa (16/11). Dalam operasi penangkapan tersebut, Densus 88 juga menangkap dua nama lainnya di lokasi terpisah, yakni atas nama Anung al-Hamad (AA), dan Farid Ahmad Okbah (FAO).
Tiga yang ditangkap tersebut, diduga memiliki keterkaitan dengan aktivitas jaringan terorisme JI. Selama ini, JI dicap sebagai salah satu kelompok, atau jaringan terorisme global. Indonesia juga memasukkan jaringan tersebut sebagai kelompok terorisme.