REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Setiap manusia memiliki takdirnya tersendiri. Lantas demikian apakah segala sesuatu yang terjadi telah termaktub dalam garisan takdir yang tak bisa diubah?
Dilansir di Masrawy, Kamis (25/11), anggota di Darul Ifta Mesir, Syekh Mahmoud Syalaby, menjelaskan manusia tidak boleh menyibukkan diri dengan apa yang tertulis atau ditakdirkan (qadar).
Sebab menurut beliau, segala sesuatu yang terjadi di alam semesta ini pada manusia adalah berada di dalam keputusan dan ketetapan Allah ﷻ.
Hal mengenai takdir haruslah diimani manusia, dan apabila mempercayainya maka dia menunjukkan keimanannya. Sebab mempercayai takdir adalah bagian dari menegakkan rukun iman.
Syekh Syalaby juga menambahkan bahwa sudah seharusnya manusia tidak berpaling dari takdir Allah ﷻ kecuali dengan berdoa. Hal ini sebagaimana sabda Nabi Muhammad ﷺ:
لا يرد القدر إلا الدعاء“Laa yaruddul-qadara illa ad-duaa.” Yang artinya, “Tidak ada yang menolak takdir kecuali doa.”
Dalil ini sekaligus menjadi penjelasan bahwa setiap peristiwa yang terjadi pada manusia telah dituliskan di dalam takdir Allah ﷻ. Syekh Syalaby menyebut bahwa Allah ﷻ bukanlah Dzat yang memiliki waktu, Allah ﷻ tidak seperti manusia.
Dia menekankan bahwa setiap umat Muslim seyogianya tidak menyibukkan diri dengan apa yang tertulis atau diperkirakan melainkan untuk memikirkan amal ibadahnya saja.
Hal ini sebagaimana firman Allah ﷻ dalam Alquran surat Adz Dzariyat ayat 56, Allah berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ “Wa maa khalaqtul-jinna illa liya'budun.” Yang artinya, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”
Syekh Syalaby juga menambahkan bahwa yang dituntut dari manusia adalah mencari ampunan dan taubat.
Serta melakukan amalan secara sungguh-sungguh di dalam ketaatan kepada Allah ﷻ. Kemudian setelah itu, manusia harus mendelegasikan permasalahannya kepada Allah ﷻ.
Bukan untuk bermalas-malasan dan mencari pembenaran dari amalan ketidaktaannya kepada Allah ﷻ.