REPUBLIKA.CO.ID, TURIN -- Salah satu klub raksasa Serie A Liga Italia, Juventus, terpaksa harus kembali berurusan dengan hukum. Pasalnya, saat ini Juve diduga memalsukan pembukuan dan transfer sebesar 50 juta euro atau sekitar Rp 815 miliar.
Pada hari Jumat, (26/11) waktu setempat, Guardia di Finanza, alias perusahaan yang bergerak di bidang keuangan Italia pun 'Polisi Pajak', tiba di Continassa markas latihan Juve.
Sidak tersebut dilakukan oleh Guardia di Finanza untuk menyita dokumen terkait transfer senilai lebih dari 50 juta euro dalam kasus capital gain antara 2019 hingga 2020 lalu.
Adapun penyelidikan tersebut dimulai dari Kantor Kejaksaan Piedmont, Turin, membuka berkas setelah penyelidikan CONSOB serta COVISOC (Komisi Pengawas untuk klub Serie A), yang menyelidiki kasus capital gain di kompetisi Serie A Italia.
Praktis kasus itu menyeret Presiden Juventus, Andrea Agnelli. Ia pun sedang diselidiki dan begitu pula wakil presiden Pavel Nedved. Tak hanya itu, eks direktur Fabio Paratici yang sekarang bekerja di klub Inggris Tottenham Hotspur juga ditanya perihal adanya temuan tersebut.
Chief Corporate & Financial Officer saat ini Stefano Cerrato dan Stefano Bertola juga sedang diselidiki, sebagai mantan Chief Financial Officer Marco Re.
Surat kabar La Gazzetta dello Sport dan Sportmediaset dikutip Football Italia, Sabtu (27/11), mengeklaim Juve berisiko dijatuhi denda atau menerima pengurangan poin pada musim ini.
Akan tetapi hukuman tersebut bisa lebih berat apabila penyidik membuktikan bahwa perubahan membantu pendaftaran tim untuk kejuaraan Liga Italia.
Merujuk pada temuan COVISOC, mereka memerlukan penyelidikan terkait beberapa kasus seperti pertukaran antara gelandang tengah Miralem Pjanic dengan Arthur Melo dari Barcelona pada 2020 lalu.
Dalam kasus itu Juve diduga melakukan penipuan, yang memiliki keharusan mengumpulkan capital gain sebelum waktu yang diberlakukan.