Senin 29 Nov 2021 15:49 WIB

Menanti Dialog Nuklir Iran, Akankah Tercapai Kata Sepakat?

Dalam dialog nuklir, Iran hanya ingin sanksi dicabut tapi AS ngotot batasi uranium

Rep: Dwina Agustin/ Red: Christiyaningsih
Presiden Iran Ebrahim Raisi menyapa media saat dia pergi setelah konferensi pers pertamanya setelah memenangkan pemilihan presiden, di Teheran, Iran, 21 Juni 2021. Raisi mengatakan bahwa pemerintahnya akan mengikuti negosiasi nuklir dengan kekuatan dunia tetapi tidak untuk waktu yang lama , menambahkan bahwa AS harus mencabut sanksi dan kembali ke kesepakatan JCPOA.
Foto: EPA-EFE/ABEDIN TAHERKENAREH
Presiden Iran Ebrahim Raisi menyapa media saat dia pergi setelah konferensi pers pertamanya setelah memenangkan pemilihan presiden, di Teheran, Iran, 21 Juni 2021. Raisi mengatakan bahwa pemerintahnya akan mengikuti negosiasi nuklir dengan kekuatan dunia tetapi tidak untuk waktu yang lama , menambahkan bahwa AS harus mencabut sanksi dan kembali ke kesepakatan JCPOA.

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Pemimpin Negosiator Iran Ali Baqeri Kani mengadakan pertemuan bilateral dan trilateral di Wina pada Ahad (28/11). Dia bertemu dengan delegasi diplomatik dari Rusia, China, serta Uni Eropa (UE) sebelum dimulainya pembicaraan tingkat tinggi dengan Kelompok 4 +1 (P4+1) pada penghapusan sanksi terhadap Iran.

Penjabat kepala Misi Iran di IAEA mengutip Dewan Gubernur Mohammad Reza Gha'ebi menyatakan, tim Iran tiba pada Sabtu di Wina. Mereka memulai pertemuan yang berlanjut pada Ahad di tingkat ahli dengan kepala tim perunding Rusia dan China, serta Koordinator Uni Eropa Enrique Mora.

Baca Juga

Perwakilan Tetap Rusia untuk Organisasi Internasional yang berbasis di Wina Mikhail Ulyanov mengatakan dalam pesan Twitter pada Sabtu (27/11) malam bahwa konsultasi bilateral informal telah dimulai antara Iran dan P4+1 dalam persiapan untuk pertemuan Senin (29/11). Negosiator utama Iran dan Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amir Abdollahian mengatakan sebelumnya penghapusan penuh sanksi akan menjadi satu-satunya hal di atas meja di Wina.

Dalam perkembangan yang relevan pada Senin, Kani menggarisbawahi perlunya Amerika Serikat (AS) untuk membuktikan komitmen terhadap usahanya berdasarkan kesepakatan nuklir. "AS dan Uni Eropa harus menunjukkan mereka memiliki kemauan politik untuk menerapkan apa yang mereka sepakati pada 2015. Mereka harus mengatasi pertimbangan domestik untuk menyelesaikan ini,” katanya pada Senin.

Deputi politik di Kementerian Luar Negeri Iran menambahkan tanggung jawab ada pada AS untuk membuktikan kepatuhannya terhadap kesepakatan karena itu adalah satu-satunya pihak yang membuang kesempatan itu secara sepihak. "Dipercaya secara luas bahwa Amerika Serikat, dengan menarik diri dari Rencana Aksi Komprehensif Gabungan (JCPOA), melanggar kesepakatan secara terang-terangan dan melanggar Resolusi 2231 DK PBB secara mencolok," katanya.

Menurut Kani, Teheran telah mengatasi kampanye tekanan maksimum  Washington dan akan duduk di meja perundingan pada 29 November dengan kesiapan penuh, kapasitas, dan komitmen total terhadap JCPOA. "Itulah sebabnya orang Amerika, sambil melakukan penipuan, mencoba mengeksploitasi lingkungan politik dan media untuk kepentingan mereka sendiri. Namun itu tidak menguntungkan mereka. Mereka harus menerima kenyataan dan mematuhi semua komitmen mereka,” kata pemimpin diplomat Iran itu.

Kani menegaskan Iran melanjutkan kegiatan nuklir secara sah dalam kerangka yang diatur dalam paragraf 26 dan 36 JCPOA. Aturan ini memberi Iran hak untuk membalas ketidakpatuhan pihak lain melalui pengurangan secara hukum komitmennya sendiri berdasarkan perjanjian.

"Sampai pihak yang melanggar dan tidak patuh pada kesepakatan itu tidak menunjukkan, dalam praktiknya, komitmennya terhadap JCPOA, tidak ada alasan bagi Iran untuk meninggalkan hak dan haknya yang dijamin dengan kesepakatan itu," ujar Kani.

Di bagian lain dari sambutan Kani, dia meminta pihak-pihak Eropa dalam JCPOA yaitu Prancis, Inggris, dan Jerman menunjukkan kepatuhan terhadap kesepakatan nuklir dalam tindakan, alih-alih hanya basa-basi. Mereka diminta untuk mengakhiri terhadap ketidakpatuhan AS dan kebijakannya yang bangkrut dengan tekanan maksimum.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement