REPUBLIKA.CO.ID, STOCKHOLM -- Magdalena Andersson terpilih menjadi perdana menteri wanita pertama Swedia dalam sebuah drama politik. Andersson mengundurkan diri setelah tujuh jam terpilih sebagai perdana menteri dan kembali naik ke tampuk kekuasaan dalam pemungutan suara kedua.
Andersson kembali terpilih sebagai perdana menteri dengan 101 anggota parlemen mendukungnya, 173 anggota menolak, dan 75 abstain. Konstitusi Swedia mengizinkan perdana menteri menjalankan pemerintahan sepanjang berasal dari partai mayoritas di parlemen atau 175 anggota tidak menolaknya dalam pemungutan suara.
Sebelumnya anggaran yang diajukan pemerintah Andersson pekan lalu ditolak partai-partai oposisi. Salah satunya partai sayap-kanan yang berakar dari gerakan neo-Nazi, Demokrat Swedia. Hal tersebut mendorong mitra koalisinya yakni Partai Hijau keluar dari koalisi dua partai. Pemerintahan yang representasikan Andersson Selasa (30/11) merupakan pemerintahan kecil satu partai.
Meski sudah terpilih sebagai perdana menteri, drama politik Swedia masih belum selesai. Dia masih harus menerapkan anggaran yang disusun oleh beberapa saingan sayap kanannya. Selain itu, dia harus memerintah minoritas yang rapuh tanpa dukungan formal dari Partai Hijau yang telah menjadi mitra koalisi penting sejak 2014.
Partai Sosial Demokrat akan berdiri sendiri dalam pemerintahan untuk pertama kalinya dalam 15 tahun. Andersson telah berjanji untuk meningkatkan pengeluaran kesejahteraan dan membatasi privatisasi sekolah, perawatan kesehatan dan panti jompo, mengurangi emisi gas rumah kaca dan mengatasi kejahatan, serta segregasi di Swedia.
Terpilihnya Magdalena Andersson sebagai perdana menteri wanita pertama, telah menjadi sejarah baru bagi Swedia. Profesor ilmu politik di Universitas Stockholm, Drude Dahlerup, mengatakan Swedia memiliki sejarah panjang stabilitas parlementer dan politik koalisi kooperatif. Partai Sosial Demokrat telah mendominasi pemerintahan dalam beberapa abad terakhir.
"Pemerintah minoritas sangat umum di semua negara Skandinavia. Namun suasana di parlemen Swedia saat ini sangat tidak bersahabat dan tidak ada pihak yang benar-benar mau menyerah," ujar Dahlerup.
Pada akhirnya, drama politik Swedia lebih menjadi sorotan ketimbang terpilihnya wanita sebagai perdana menteri pertama dalam sejarah. Andersson menjadi perdana menteri wanita pertama Swedia, tepat 100 tahun sejak wanita pertama kali mendapat suara di negara itu. Swedia berhasil menyusul negara-negara Nordik lainnya yang telah mencatat sejarah memiliki pemimpin wanita.
"Ini seharusnya menjadi hari yang sangat baik bagi Swedia. Akan tetapi semua itu kacau dan tidak terduga," ujar Dahlerup.
Tugas Andersson sebagai perdana menteri cukup berat. Dia harus menerapkan anggaran yang disusun oleh beberapa saingan sayap kanan, termasuk Demokrat Swedia yang nasionalis. Partai Sosial Demokrat akan berdiri sendiri dalam pemerintahan untuk pertama kalinya dalam 15 tahun.
Andersson telah berjanji untuk meningkatkan pengeluaran kesejahteraan dan membatasi privatisasi sekolah, perawatan kesehatan dan panti jompo, mengurangi emisi gas rumah kaca dan mengatasi kejahatan, serta segregasi di Swedia.
Sebagai kepala pemerintahan minoritas satu partai, Andersson hanya memiliki 100 anggota parlemen dari total 349 di parlemen. Dia juga akan merasa sulit untuk mendorong kebijakan apa pun di masa depan.
Andersson memiliki lebih dari sembilan bulan untuk membuktikan kepada publik bahwa dirinya mampu menjalankan pemerintahan minoritas. Swedia dijadwalkan untuk mengadakan pemilihan berikutnya pada September 2022.