Reservasi Hotel di DIY untuk Nataru Sudah 60 Persen
Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Fernan Rahadi
Poster tanda sudah vaksin Covid-19 terpasang pada bagian depan hotel di Yogyakarta, Ahad (12/9). Beberapa hotel di Yogyakarta memasang poster sudah mengikuti vaksinasi Covid-19. Hal ini untuk meyakinkan pengunjung yang akan menginap di hotel saat berkunjung ke Yogyakarta. | Foto: Wihdan Hidayat / Republika
REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Perhimpunan Hotel dan Resto Indonesia (PHRI) DIY menyebut, reservasi hotel untuk masa libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2022 sudah mencapai 60 persen. Sebagian besar yang sudah melakukan reservasi merupakan wisatawan keluarga.
"Wisatawan masih didominasi oleh wisatawan keluarga, dan reservasi yang sudah ada saat ini untuk periode 22 Desember (2021) sampai 2 Januari (2022)," kata Ketua PHRI DIY, Deddy Pranowo Eryono kepada Republika melalui sambungan telepon, Rabu (8/12).
Deddy menyebut, sebagian besar reservasi merupakan wisatawan yang berasal dari luar DIY. Reservasi paling tinggi merupakan wisatawan dari Jawa Timur, disusul wisatawan dari Jawa Barat, Jawa Tengah, DKI Jakarta, Kalimantan Timur, dan Palembang.
Deddy berharap agar mendekati Nataru nanti reservasi terus meningkat. Hal ini juga perlu didukung dengan komitmen pemerintah untuk tidak mengubah kebijakan secara mendadak sebelum Nataru, terlebih penerapan PPKM level 3 secara merata di Indonesia selama masa Nataru juga sudah dibatalkan.
Sebab, kata Deddy, perubahan kebijakan secara mendadak akan berdampak pada pembatalan reservasi oleh wisatawan seperti yang terjadi pada tahun lalu. Meskipun saat ini sudah ada penundaan reservasi hotel oleh wisatawan, namun angkanya tidak terlalu besar.
"Ada penundaan tapi tidak besar, (dari reservasi yang mencapai 60 persen) menjadi 58,8 persen yang masih bertahan dan kita berharap tamu tanpa reservasi yang datang langsung ke hotel nantinya meningkat (di masa Nataru)," ujar Deddy.
Sementara itu, tingkat hunian (okupansi) hotel di DIY saat ini juga sudah mulai meningkat. Terutama sejak turunnya level PPKM menjadi level 2.
Saat akhir pekan atau weekend, okupansi hotel di DIY rata-rata mencapai 80,6 persen dengan kapasitas kamar yang dioperasikan sebesar 70 persen. Namun, okupansi saat weekdays rata-rata mencapai 40-60 persen.
Okupansi tersebut tidak hanya di wilayah di hotel yang berada di kawasan ring satu atau di sekitar Malioboro, namun merata di seluruh hotel yang saat ini beroperasi.
"Kami belum berani mengoperasikan 100 persen kamar, kita juga masih efisiensi baik itu tenaga kerja maupun biaya operasional. Karena PHRI belum baik-baik saja, hampir dua tahun dihantam pandemi," kata Deddy.
Deddy menjelaskan, ada 348 hotel dan resto yang masuk dalam keanggotaan PHRI DIY beroperasi saat ini. Jumlah ini sudah cukup tinggi mengingat sebelumnya banyak hotel dan resto yang tutup sementara, bahkan ada yang tutup secara permanen.
Beroperasi kembalinya hotel dan resto tersebut semenjak diterapkannya PPKM level 2. Pasalnya, pada PPKM level 2 kunjungan wisatawan sudah mulai meningkat di DIY.
"Hotel dan resto yang mati sekitar 72 yang (tutup) permanen, dan ini sudah bangkit kembali sebanyak 32 hotel dan resto. Yang tutup sementara dan bangkit kembali itu 60, yang dulu kita sampaikan mencapai 100. Total sekarang anggota kami dari 482 dan sudah buka 348 hotel dan resto se-DIY," katanya menambahkan.
Sementara itu, terkait dengan pembatalan PPKM level 3 pada masa Nataru nanti, Pemerintah Daerah (Pemda) DIY juga sudah menyebut akan mengikuti kebijakan tersebut. Sekda DIY, Kadarmanta Baskara Aji mengatakan, jika diterapkannya PPKM level 3, tentu berdampak pada DIY terutama pada sektor pariwisata dan ekonomi.
Menurut Aji, dampak positif dari PPKM level 3 saat Nataru yakni akan memberikan pembatasan yang lebih terhadap mobilitas maupun kegiatan masyarakat dalam rangka mencegah penyebaran Covid-19.
Sedangkan, dampak negatif jika diberlakukannya PPKM level 3 saat Nataru yakni berkurangnya kunjungan wisatawan ke DIY. Padahal, kunjungan wisatawan memberikan dampak yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi DIY.
"Tentu akan berdampak negatif dari sisi ekonomi, karena kehadiran wisatawan selama ini menjadi salah satu kunci pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi di DIY," jelasnya.