Jumat 10 Dec 2021 05:30 WIB

Sarana Jaya Alami 'Turbulensi' Berat Korupsi Internal

Perumda Sarana Jaya luncurkan wistleblowing system guna mencegah korupsi.

Rep: Eva Rianti/ Red: Agus Yulianto
Terdakwa kasus korupsi pengadaan lahan di Munjul, Pondok Ranggon, Jakarta Yoory Corneles Pinontoan menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (21/10). Sidang mantan Dirut Perumda Pembangunan Sarana Jaya tersebut beragendakan pemeriksaan saksi.
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Terdakwa kasus korupsi pengadaan lahan di Munjul, Pondok Ranggon, Jakarta Yoory Corneles Pinontoan menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (21/10). Sidang mantan Dirut Perumda Pembangunan Sarana Jaya tersebut beragendakan pemeriksaan saksi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pembangunan Sarana Jaya melakukan langkah anyar membangun wistleblowing system (WBS). Langkah ini sebagai upaya menciptakan lingkungan kerja di Perumda yang bebas korupsi. Pasalnya, saat ini BUMD milik Pemprov DKI Jakarta itu tengah mengalami 'turbulensi' berat terkait kasus korupsi di internal perusahaan.

Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya Agus Himawan Widiyanto mengungkapkan, WBS merupakan langkah awal sekaligus nyata untuk memperbaiki terkait masalah good corporate goverment (GCG) di tubuh lembaganya. Selain itu, juga sebagai perbaikan mitigasi risiko, serta penyempurnaan prosedur operasi standar (SOP). 

"Ini jadi kunci kita, menjadi kick off ke depannya. Insya Allah Sarana Jaya menjadi lebih baik, semakin maju dan bersih sebagai perusahaan yang sehat," ujar Agus saat ditemui Republika usai acara diskusi dan launching wistleblowing system di kawasan Jakarta Pusat, Kamis (9/12). 

Agus mengakui, perusahaan yang diembannya saat ini mengalami "ujian" atau turbulensi yang terbilang berat, terkait upaya membersihkan diri dari tindak pidana korupsi. Sehingga, WBS yang mulai diresmikan dan aktif via website per Kamis (9/12) ini, diharapkan dapat menjadi salah satu jalan penerang bagi Perumda Pembangunan Sarana Jaya. 

WBS diketahui merupakan sarana untuk melaporkan ihwal perbuatan yang berindikasi tindak pidana korupsi yang terjadi dalam organisasi tempat si pelapor bekerja dan memiliki akses informasi yang memadai atas kejadian indikasi tindak pidana tersebut. Adapun si pelapor atau witleblower, diberi perlindungan atas informasi yang diungkap. 

Untuk menguatkan sistem WBS, Agus menyebut, pihaknya bekerja sama dengan pihak ketiga atau lembaga independen. "Saya minta independen dalam pelaksanaannya. Sekarang kita sudah pendampingan dengan kejaksaan, BPKP (badan pengawasan keuangan dan pembangunan). Kita selalu minta pendampingan dalam mengambil keputusan," ujarnya. 

Agus tak memungkiri, kondisi Perumda Pembangunan Sarana Jaya saat ini tengah tergopoh-gopoh untuk memperbaiki kondisi finansial. Terutama, akibat tindak pidana korupsi kasus pengadaan lahan di Munjul, Jakarta Timur yang menyeret mantan Dirut Sarana Jaya Yoory Corneles Pinontoan. 

Agus mengakui, neraca keuangan Perumda Pembangunan Sarana Jaya pada tahun ini masih memperoleh raport merah. "(Korupsi) sangat mengganggu (neraca keuangan)," ucapnya. 

"Kita harus melakukan banyak pencadangan, penyisihan, potensi-potensi yang dianggap jadi satu kerugian, menggerus laba bersih kita istilahnya. Tahun 2021 ini kita mengalami kerugian secara laba bersih," imbuhnya. 

Saat ini, Agus mengatakan, tengah melakukan upaya diskusi untuk mencari solusi agar keuangan Perumda Pembangunan Sarana Jaya bisa kembali tumbuh. Salah satunya, dengan mengupayakan kembalinya aset-aset yang disita akibat tindak pidana korupsi. Namun, konkrit terkait upaya itu, masih dalam pembahasan. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement