REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Google menggugat dua orang Rusia yang diduga berada di balik operasi botnet canggih. Botnet ini yang diam-diam menyusup ke lebih dari 1 juta mesin Windows di seluruh dunia sejak 2000.
Dalam pengaduan yang diajukan di Pengadilan Distrik AS untuk Distrik Selatan New York, Google menyebut warga negara Rusia Dmitry Starovikov dan Alexander Filippov sebagai dua operator utama botnet Glupteba.
Google menuntut agar Starovikov dan Filippov membayar ganti rugi. Keduanya secara permanen dilarang menggunakan layanan Google.
Dilansir dari Techchrunh, Jumat (10/12), Botnet menipu pengguna agar mengunduh malware melalui situs “unduh gratis” pihak ketiga. Setelah perangkat terinfeksi, botnet mencuri kredensial dan data pengguna, secara diam-diam menambang cryptocurrency dan menyiapkan proxy untuk menyalurkan lalu lintas internet orang lain melalui mesin dan router yang terinfeksi.
Apa yang membuat botnet canggih ini berbeda dari yang lain adalah caranya mempertahankan diri dengan sistem berbasis blockchain yang mengambil domain cadangan melalui tiga dompet bitcoin.
“Setiap saat, kekuatan botnet Glupteba dapat digunakan dalam serangan ransomware yang kuat atau serangan penolakan layanan terdistribusi,” tambah Google dalam keluhannya.
Berita tentang Google ini datang satu hari setelah Microsoft mengacaukan aktivitas kelompok peretas yang berbasis di China. Ini terjadi setelah pengadilan Amerika Serikat mengizinkan Microsoft untuk menyita situs web geng yang disebut Nickel.
Situs-situs tersebut digunakan untuk menyerang organisasi di 29 negara, termasuk lembaga pemerintah, think tank, dan organisasi hak asasi manusia. Geng ini telah beroperasi sejak 2016. Kelompok ini kadang mengompromikan VPN organisasi target, mencuri kata sandi karyawan dengan spear phishing atau memanfaatkan server Microsoft Exchange dan SharePoint yang belum ditambal.