Oleh : Bayu Hermawan, Jurnali Republika.co.id
REPUBLIKA.CO.ID, Sebanyak 44 mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini telah resmi menjadi aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Polri. Apakah pengangkatan Novel Baswedan Cs sebagai ASN di lingkungan Polri bakal menjadi babak akhir polemik tes wawasan kebangsaan (TWK)? mungkin iya mungkin juga tidak. Namun yang pasti, pengangkatan Novel Baswedan Cs menjadi ASN sebenarnya merupakan hal yang lucu dan unik.
Mengapa? pertama tentu saja kita tahu penyebab 44 orang yang kini menjadi ASN Polri (dari sebelumnya 57 orang), terdepak dari Kuningan lantaran dianggap tidak memenuhi syarat menjadi ASN.
Pimpinan KPK melakukan tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai syarat alih status pegawai KPK menjadi ASN sesuai dengan UU KPK yang baru. Berdasarkan hasil tes tersebut muncul nama-nama pegawai yang dianggap tidak memenuhi persyaratan. Hasil tersebut yang membuat Novel Baswedan dan puluhan rekan-rekannya yang selama ini mengabdi memberantas korupsi tersingkir. Bukan karena kinerja mereka yang buruk, namun lantasan dianggap tidak mempunyai wawasan kebangsaan.
Polemik terkait TWK pun ramai mengalahkan kinerja KPK dalam menjalankan tugas utamanya memberantas korupsi. Opini TWK sebagai cara menyingkirkan Novel Cs pun, menyeruak dan menghancurkan kredibiltas KPK.
Di tengah hingar bingar polemik terkait TWK, munculah ide dari Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk merekrut 57 eks pegawai KPK. Kapolri menilai, puluhan orang pecatan dari KPK itu mempunyai pengalaman yang dibutuhkan oleh instansinya dalam memperkuat pemberantasan korupsi. Tak berlama-lama, terbitlah Peraturan Polisi nomor 15 Tahun 2021, yang menjadi payung hukum untuk mengangkat 54 eks pegawai KPK menjadi ASN Polri.
Lantas dari 54 eks pegawai, 44 orang menyatakan bersedia menjadi ASN Polri. Proses selanjutnya mereka kemudian mengikuti uji kompentensi, ya uji kompentensi semacam tes wawasan kebangsaan juga untuk menjadi ASN. Hasilnya, mereka lolos dan dilantik menjadi ASN.
Dari sini terlihat adanya hal yang unik (kalau tidak mau menyebutnya ganjil). Bagaimana mungkin mereka yang dianggap tak punya memenuhi syarat menjadi ASN di KPK tetapi lantas memenuhi syarat menjadi ASN di Polri? bukankah syarat pengangkatan ASN dimanapun juga itu sama? apalagi Polri menjadi institusi penegakan hukum utama di Indonesia, dibandingkan KPK yang hanya fokus dalam pemberantasan korupsi?
Kemudian, saat pelantikan sebagai ASN, Kapolri memberikan tugas kepada 44 orang mantan pegawai KPK yang kurang lebih sama, yakni menitik beratkan pada upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi. Lain hal jika puluhan mantan pegawai KPK itu menjadi ASN yang hanya bertugas //fotocopy berkas atau jenis pekerjaan lainnya.
Yang lucu lagi, Novel Baswedan Cs juga mendapatkan nomor induk pegawai dari Badan Kepegawaian Negara (BKN). Seperti diketahui BKN merupakan lembaga yang turut serta dalam tes wawasan kebangsaan bagi pegawai KPK. Dari rangkaian ini, tidak salah jika kita kembali bertanya, sebenarnya untuk apa TWK kemarin digelar? toh, baik pegawai yang lolos dan tidak lolos pada akhirnya sama-sama menjadi ASN juga, cuma beda kantor saja. Tetapi sama-sama mengerjakan tugas memberantas korupsi. Atau nanti ada perbedaan penyebutan ASN dari jalur TWK dan ASN dari jalur pengalaman?
Kembalinya Novel Baswedan Cs menjadi ASN Polri, justru makin menguatkan opini bahwa TWK menjadi cara untuk membuang mereka dari KPK. Karena selama ini Novel seolah menjadi kerikil yang susah diajak kompromi dalam memberantas korupsi.
Cerita akan semakin lucu jika suatu hari nanti, mantan pengawai KPK itu kembali ke Kuningan. Seperti diketahui, beberapa kali pimpinan KPK berteriak bahwa institusinya kekurangan tenaga dalam bekerja. Dan Polri bersama Kejaksaan Agung merupakan dua institusi yang mensuplai tenaga untuk KPK. Sehingga tidak menutup kemungkinan salah satu dari 44 orang yang kini menjadi ASN Polri bisa kembali menjadi ASN KPK tanpa harus lolos TWK. Makin anehlah jadinya TWK itu.
Terlepas dari pro kontra pengangkatan eks pegawai KPK menjadi ASN Polri, tekanan besar tetap berada di pimpinan KPK. Sebab, mereka (disisa masa jabatan) harus bisa membuktikan bahwa institusinya tetap menjadi yang tertajam dalam memberantas korupsi. Mereka tidak bisa mengesampingkan 'balas dendam' 44 orang yang disingkirkan. Karena tentunya 44 orang itu mempunyai tekad untuk membuktikan bahwa mereka punya kapasitas mumpuni dalam memberantas korupsi. Dengan amunisi baru ini, kinerja Polri dalam memberantas korupsi bisa semakin baik dan bagus dan bukan tidak mungkin melampaui KPK. Jadi mari kita tunggu bagaimana sepakterjang Novel Baswedan Cs mengangkat pamor Korps baru yang mereka bela dalam memberantas korupsi.