REPUBLIKA.CO.ID,BENGKULU - Yayasan Erick Thohir terus bergerak membantu masyarakat melalui program social healing berupa pembangunan fasilitas umum (Fasum) yang layak di Provinsi Sumatera.
Salah satunya, pembangunan Fasum berupa pendopo atau joglo di Desa Tugu Rejo, Kecamatan Kabawetan, Kabupaten Kepahiang, Bengkulu.
Pendopo yang dibuat di atas lahan seluas 15 meter x 7 meter dengan bangunan seluas 4 meter x 3 meter ini sangat disambut antusias oleh masyarakat desa. Sebab, keinginan memiliki satu ruang publik terbuka seperti pendopo ini sudah cukup lama diinginkan masyarakat setempat.
Sehingga, kehadirannya selain digunakan untuk kegiatan masyarakat, juga menjadi salah satu penunjang percepatan pengembangan sektor agrowisata yang baru dirintis empat bulan ini.
"Pendopo ini diharapkan dapat bersinergi dengan program-program agrowisata yang sedang kita jalankan. Sehingga dapat meningkat perekonomian dan sumber daya masyarakat (SDM) di desa," kata Sekertaris Desa (Sekda) Desa Tugu Rejo, Suwanto (40).
Menurut dia, adanya program agrowisata yang diinisiasi sejumlah pemuda desa sangat memberikan manfaat sangat besar, khususnya bagai para petani.
Selama ini, hasil perkebunan seperti daun bawang, terong, tomat, cabe hingga jeruk hanya berakhir ke tangan para tengkulak atau pengepul dengan harga yang cukup rendah untuk kemudian di bawa ke pasar kota Bengkulu.
"Adanya program yang diinisiasi oleh kelompok sadar wisata (Pokdarwis) desa kami kini hasil perkebunan bisa langsung dijual langsung ke wisatawan dengan harga pasar," papar dia.
Ketua Pokdarwis Desa Tugu Rejo, Fitri Novianti (25) mengungkapkan social healing yang diberikan Yayasan Erick Thohir ini telah membantu realisasi salah satu program yang telah direncanakan selama ini.
Dikatakan dia, pemilihan pembangunan pendopo bukan tanpa alasan, karena selama ini tidak memiliki satu tempat yang memadai untuk dapat dijadikan titik kumpul, khususnya ketika ada wisatawan atau pejabat daerah yang datang untuk agrowisata maupun sekedar melakukan kunjungan kerja.
"Jadi dengan adanya pendopo ini, kami merasa terbantu ketika wisatawan datang bisa di drop di sini sekaligus melakukan registrasi saat masuk desa," ucap alumnus jurusan bimbingan konseling ini menambahkan percuma bila program Agrowisata tidak didukung dengan pelayanan yang maksimal.
Diakui Fitri, program Agrowisata yang tengah dikembangkan bersama 15 orang anggota terdiri pemuda hingga kelompok tani bertujuan mencegah terjadinya urbanisasi pasca sekolah untuk mencari pekerjaan. Jangan kemudian, tegasnya, proses pemanfaatan lahan yang dimiliki desa justru tidak dikuasai oleh masyarakat, melainkan orang lain.
"Jadi, program Agrowisata ini sebagai upaya membuka lapangan pekerjaan bagi para pemuda pemudi di desa kami," sebut perempuan berhijab ini.
Masih dikatakan dia, program Agrowisata yang tengah dirintis saat ini juga dalam rangka mendukung upaya pemerintah melalui Kementerian Pariwisata untuk menjadikan desa sebagai destinasi atau desa wisata.
Karena itu, dirinya berharap dengan mengembangkan sektor pariwisata di desanya dapat segera mengembalikan kondisi perekonomian desa menjadi lebih baik di tengah pandemi Covid-19.
Tritami Fauzi (21) merupakan petani milenial ini mengatakan agrowisata yang telah dilakukan saat ini juga mencakup pendampingan edukasi kepada para petani di desa ini, salah satunya mengurangi penggunaan bahan kimia kepada tanaman.
Ia berharap, tanaman organik akan menjadi produk unggulan dalam sektor agrowisata di desa yang mayoritas berprofesi petani ini.
Meski belum lama berjalan, kata dia, program agrowisata Desa Tugu Rejo ini sudah memberikan peningkatan perekonomian para petani mencapai 15-20 persen. Yang kedepannya nanti, sambung dia, program ini dapat memberikan keuntungan mencapai 50 persen.
"Karena selain menjual hasil perkebunan, kita juga menjual view pemandangan desa yang berada di pegunungan ini," ujar alumnus sekolah pertanian pembangunan (SPP) Kepahiang Negeri Bengkulu tersebut.
Tritami mengungkapkan upaya yang telah dilakukan untuk memperkenalkan desa agrowisata ini melalui media sosial (Medsos) dan mengandalkan informasi dari mulut ke mulut saja. Ia beralasan, Pokdarwis masih terus melakukan pembenahan setiap aspek penunjang kebutuhan para wisatawan nantinya.
Seperti halnya, lanjut dia, memastikan kesiapan tanaman perkebunan yang menjadi target pasar, seperti komoditi buah jeruk.
Karena program yang ditawarkan adalah memberikan keleluasaan bagi para wisatawan untuk memanen dan mengkonsumsi produk perkebunan secara langsung.
"Dan ini menjadi kendala sendiri, karena hasil panennya belum bersifat continue, dan masih sempitnya lahan yang digunakan saat ini," pungkasnya.