REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fathan Subchi memastikan anggaran penerimaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 2022 naik dibanding tahun sebelumnya. Fathan berharap OJK terus melakukan berbagai perbaikan kinerja terutama dalam bidang perlindungan konsumen.
Komisi XI DPR RI dalam rapat kerja dengan OJK pada Senin (14/12), menyetujui rencana kerja dan prognosa anggaran penerimaan OJK tahun 2022. Prognosa adalah perkiraan atas peristiwa yang akan terjadi yang berhubungan dengan akun yang berkaitan dengan pelaporan keuangan.
Ada beberapa poin yang disepakati dalam rapat tersebut. Di antaranya, OJK perlu meningkatkan perlindungan konsumen, pembelaan hukum bagi konsumen, pengawasan pinjaman online (pinjol), dan peningkatan literasi keuangan.
“Prognosa anggaran penerimaan OJK 2022 naik menjadi Rp 6,32 triliun. Jumlah ini sedikit lebih besar daripada anggaran penerimaan di 2021 yakni Rp 6,2 triliun. Kami meminta agar OJK melakukan optimalisasi kinerja terutama dalam perlindungan konsumen,” ujar Fathan Subchi dalam keterangannya, Selasa (14/12).
Fathan menjelaskan, sepanjang tahun 2021, layanan jasa keuangan di Tanah Air dihebohkan dengan banyaknya korban pinjol ilegal. Banyak yang merasa ditipu dan dijerat oleh penyelenggara pinjol ilegal. Bahkan, di antara korban ada yang sampai bunuh diri karena tidak tahan dengan aksi teror maupun persekusi karyawan pinjol ilegal.
“Saat ada pinjol ilegal dengan berbagai modus operandi, OJK kurang bisa melakukan perlindungan kepada konsumen secara optimal,” katanya.
Fathan mengakui, rendahnya literasi digital yang menjadi faktor utama tingginya korban pinjol ilegal bukan semata tugas OJK. Namun, sebagai lembaga penyelenggara sistem pengaturan dan pengawasan terhadap keseluruhan kegiatan di sektor jasa keuangan, OJK perlu mendeteksi sejak dini bahaya pinjol ilegal.
“Pinjol ilegal merupakan penumpang gelap dari digitalisasi layanan jasa keuangan. Dengan memanfaatkan rendahnya literasi digital masyarakat kita mereka mampu mengeruk keuntungan luar biasa, masalahnya berbagai modus operandinya merugikan konsumen,” katanya.
Fathan menegaskan, kinerja OJK selama masa pandemi Covid-19 sudah on the track atau berada di jalur yang benar. OJK mampu mengoptimalkan manfaat sektor jasa keuangan bagi masyarakat yang terdampak pandemi.
“Keputusan adanya restrukturisasi kredit sejak awal 2020 yang kini diperpanjang hingga Maret 2023 sangat membantu perbankan dan para debitur termasuk pelaku UMKM yang terdampak pandemi. Keputusan ini membuat kinerja perbankan relatif membaik yang ditandai kredit yang tetap tumbuh dan angka loan at risk yang menunjukkan tren menurun,” katanya.
Politikus PKB ini meminta tahun depan OJK fokus mengantipasi dampak risiko cliff effect seiring normalisasi kebijakan bidang perbankan menyusul potensi pulihnya situasi pascapandemi Covid-19. Langkah ini penting karena harus diakui selama pandemi ada berbagai relaksasi kebijakan di sektor jasa layanan keuangan yang berbeda dari situasi normal. Selain itu, OJK diminta melanjutkan inisiatif perubahan proses bisnis pengawasan dari traditional approach ke arah pengawasan sektor jasa keuangan terintegrasi berbasis teknologi informasi.
“Kami juga berharap agar OJK terus melakukan langkah-langkah kongkret dan terukur untuk menguatkan sektor jasa keuangan syariah. Mimpi agar Indonesia menjadi pusat keuangan syariah dunia harus bisa diwujudkan karena kita punya modal untuk itu,” ujar Fathan.
OJK menyatakan berkomitmen melanjutkan kebijakan penguatan perlindungan konsumen dan literasi keuangan menyikapi cepatnya perkembangan digitalisasi dalam produk dan jasa keuangan. Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, berbagai langkah OJK memperkuat perlindungan konsumen antara lain meningkatkan pengawasan market conduct untuk memastikan pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) menerapkan aspek perlindungan konsumen dalam setiap tahapan product life cycle dari setiap produk dan jasa keuangan yang ditawarkan kepada masyarakat.
PUJK dalam product life cycle (perencanaan, pemasaran, penjualan dan mekanisme ketika terdapat penyelesaian sengketa) harus memperhatikan treat consumer fairly, memastikan bahwa setiap produk dan jasa keuangan terdapat manfaat, biaya dan risiko yang harus dipahami oleh masyarakat. Sejalan dengan implementasi pengawasan market conduct, OJK juga akan meningkatkan literasi keuangan secara terstruktur, sistematis, dan masif yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan dan memanfaatkan teknologi informasi untuk menjangkau masyarakat lebih luas.