REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tingkat gagal bayar obligasi korporasi dalam dua tahun terakhir mengalami peningkatan. Hingga November 2021, tingkat gagal bayar sektor nonkeuangan mencapai 2,33 persen, sedangkan sepanjang 2020 tingkat gagal tercatat sebesar 2,20 persen.
Direktur Pemeringkatan Pefindo Hendro Utomo mengatakan beberapa sektor memang perlu diwaspadai terutama dari sisi risiko. Pasalnya, Hendro melihat sejumlah sektor masih terdampak oleh situasi pandemi dan diperkirakan akan berlanjut hingga tahun depan.
"Pefindo melihat sektor industri masih menghadapi tantangan pada tahun 2022," kata Hendro, Kamis (16/12).
Selain sektor industri, menurut Hendro, perhotelan, pariwisata dan penerbangan juga masih menghadapi tantangan di 2022 akibat pandemi. Di sisi lain, meski sempat terdampak siginifikan pada 2020, sektor pembiayaan mampu pulih kembali pada tahun ini.
Tren pemulihan juga mulai terlihat di sektor infrasturktur jalan tol. Trafik jalan tol sempat mengalami penurunan drastis seiring diberlakukannya PPKM. Namun menjelang akhir tahun 2021 trafik jalan tol sudah jauh lebih baik dibanding awal pandemi.
Sementara itu, tingkat gagal bayar obligasi di sektor keuangan terbilang stagnan dalam dua tahun terakhir yakni hanya 0,10 persen. Menurut Hendro, tingkat gagal bayar sektor keuangan pertama kali di tahun 2017 tercatat 0,09 persen dan terus meningkat di tahun 2018 sebesar 0,13 persen.
Adapun berdasarkan peringkat, sampai dengan 2020 dan November 2021, peringkat awal AAA (Triple-A) tidak pernah mengalami gagal bayar, baik perusahaan penerbit atau instrumen surat utang. Sementara tingkat gagal bayar peringkat BBB terjadi penurunan menjadi 4,47 persen.
Tingkat gagal bayar peringkat AA dan A terjadi penurunan masing-masing menjadi 0,34 persen dan 2,62 persen sampai dengan tahun 2020. Sementara itu, sampai dengan November 2021, terjadi penurunan tingkat gagal bayar untuk peringkat AA menjadi 0,33 persen. Sedangkan peringkat A naik menjadi 2,72 persen.