REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Federasi Palang Merah Internasional dan Bulan Sabit Merah (IFRC) melaporkan selama 2021 lebih dari 57 juta jiwa di wilayah Asia dan Pasifik terdampak bencana alam. IFRC mengatakan bencana-bencana tersebut dipicu ketidakpastian iklim.
Lembaga itu meluncurkan 26 operasi baru pada 2021 Lima belas di antaranya fokus pada bencana iklim. IFRC masih menggelar 21 respons bencana di berbagai wilayah Asia dan Pasifik dari tahun sebelumnya
Tahun ini Asia Selatan menjadi wilayah yang mengalami dampak bencana alam terburuk. Berdasarkan data Divisi Pengelola Bencana Pemerintah India lebih dari 18 juta jiwa di negara itu terdampak banjir dan badai siklon.
Lebih dari setengah juta jiwa di ratusan desa Bangladesh terdampak karena banjir untuk beberapa minggu. Sekitar satu pertiga wilayah Nepal juga terdampak banjir atau longsor di luar musim hujan.
“Tahun ini jutaan keluarga di wilayah Asia merasakan dampak bencana yang bertubi-tubi di tengah pandemi COVID-19 yang masih berlangsung," kata Manajer Operasi Tanggap Darurat IFRC Jessica Letch dalam siaran pers yang Republika.co.id terima Rabu (29/12).
"Tim kesehatan darurat kami melaporkan dampak dari bencana iklim yang lebih sering terjadi dan sulit diprediksi terhadap kehidupan masyarakat di India, Indonesia, Nepal, hingga Bangladesh," tambahnya.
Pada bulan Juli lalu sekitar 13,9 juta jiwa terdampak banjir di provinsi Henan, China. Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Indonesia dilanda banjir. Data Integrated Food Security menunjukkan kekeringan yang mempengaruhi perekonomian menimbulkan konsekuensi berat pada 22.8 juta orang di Afghanistan.
Beberapa negara di wilayah Asia juga merasakan dampak bencana. Sekitar 1 juta jiwa di Thailand terjebak karena banjir, lebih dari setengah juta jiwa di Filipina terdampak banjir dan topan dan lebih dari 125.000 jiwa terdampak banjir di Myanmar. Negara di Pasifik juga mengalami banjir karena badai dan ombak laut yang meningkat.
“Merespons bencana yang kompleks di tengah pandemi COVID-19 serta iklim yang sulit diprediksi memicu munculnya bencana banjir dan badai yang berdampak kepada jutaan jiwa,” kata Jessica.
“Investasi IFRC terhadap sistem peringatan dini diharapkan dapat mempersiapkan komunitas untuk dapat bertindak sebelum bencana terjadi dan mengurangi korban jiwa dengan meningkatnya risiko dari perubahan iklim,” tambahnya.