REPUBLIKA.CO.ID, KH Raden As'ad Syamsul Arifin (1890-1990 M) Asembagus Situbondo, Jawa Timur ditetapkan sebagai pahlawan nasional. Pemberian anugerah Pahlawan Nasional tersebut berlangsung di Istana Negara Jakarta, Rabu (9/11/2016) oleh Presiden RI Joko Widodo. Siapakah beliau?
KH Raden As'ad Syamsul Arifin merupakan salah seorang perintis Nahdlatul Ulama (NU). Dialah yang memperantarai komunikasi antara alim-ulama terkemuka, demi membentuk organisasi tersebut.
Salah satu keistimewaannya adalah, dia dipercaya KH Kholil Bangkalan untuk menyampaikan tongkat dan tasbih kepada KH Hasyim Asy'ari sebagai tanda direstuinya pembentukan NU.
KH Hasyim Asy'ari kemudian menugaskan nya, bersama dengan KH Mahfud Siddiq dan KH Asnawi, untuk mengabarkan kepada seluruh ulama Jawa agar menghadiri pertemuan akbar pendirian NU di Surabaya. Sejak saat itu, KH As'ad selalu terpilih sebagai penasihat (mustasyar) dalam setiap muktamar NU.
Wibawa KH As'ad begitu masyhur di kalangan NU maupun Muslimin pada umumnya. Dia dikenal sebagai pribadi yang tidak tergoda jabatan dan kekayaan.
Jalan hidupnya adalah zuhud. Dia juga mengamalkan pola hidup sehat dan terjaga.
Jelang Muktamar NU ke-27 pada 1984, nama KH As'ad kian populer. Pesantrennya akan menjadi tuan rumah bagi penyelenggaraan acara tersebut. Sejarah mencatat muktamar ini sebagai jalan bagi NU untuk kembali ke khittah 1926.
Artinya, organisasi ini kembali mantap dalam bidang sosial keagamaan, alih-alih terjun ke politik praktis. Salah satu pendukung gigih khittah tersebut adalah KH As'ad. Dia pula yang menjadi ketua tim Ahlul hall wal 'Aqd, yakni bertugas menentukan siapa ketua Pengurus Besar NU.
Pada muktamar NU berikutnya di Krapyak, Yogyakarta, KH As'ad tidak dapat hadir. Beberapa pernyataan mencuat bahwa sang kiai berseberangan pandangan dengan Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
KH As'ad kemudian menyampaikan pemisahan diri (mufaraqah) dari kepemimpinan Gus Dus atas organisasi PBNU. Bagaimanapun, secara kultural dia tetap warga NU.
Tambahan pula, jajaran kepengurusan PBNU periode 1989-1994 menempatkannya pada jabatan ketua majelis mustasyar. Posisi ini tetap diberikan kepadanya sampai KH As'ad tutup usia pada 4 Agustus 1990
Tokoh Nahdlatul Ulama (NU) ini lahir di desa Syiib Ali, sekitar Masjid al-Haram, Makkah, pada 1897. Saat itu, keluarganya sedang mengenyam pendidikan di Tanah Suci selama beberapa tahun. Pada 1903, dengan memboyong As'ad dan adiknya, Abdurrahman, orang tuanya pulang ke kampung halaman mereka di Pamekasan.
Ibunda As'ad masih keturunan Sunan Ampel. Sementara itu, Raden Ibrahim merupakan alim terkemuka dari Madura.