REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK — Pemerintah Thailand berencana mempercepat inspeksi peternakan babi secara nasional dalam upaya mencegah wabah virus Afrikan Swine Fever (ASF) atau demam babi. Percepatan dilakukan pascalaporan kasus pertama yang dikonfirmasi di negara itu terjadi.
Kasus pertama dilaporkan terjadi pada babi peliharaan. Departemen Pengembangan Peternakan Thailand menyebut akan terus melakukan inspeksi di sejumlah daerah di mana infeksi ditemukan.
Jika dikonfirmasi sebagai kasus, ASF pertama ini akan dilaporkan kepada Organisasi Kesehatan Hewan Dunia sebagai peringatan terhadap negara-negara anggota atas potensi wabah penyakit ini. Temuan pertama membuat pihak berwenang Thailand melakukan langkah-langkah antisipasi. Di antaranya setiap babi di peternakan yang ditemukan berisiko tinggi harus dimusnahkan.
Dengan pemusnahan, risiko penyebaran dianggap berkurang secara signifikan. Peternak di peternakan-peternakan dalam kategori risiko tinggi juga akan diberi kompensasi atas pemusnahan yang dilakukan.
Juru bicara Pemerintah Thailand Thanakorn Wangboonkongchana dalam sebuah pernyataan mengatakan kabinet mendukung anggaran untuk inspeksi dan pengawasan peternakan terkait wabah penyakit ASF. Selama ini, negara itu telah mampu mengendalikan epidemi dengan baik.
Thailand juga dianggap sebagai negara yang memberikan informasi tentang wabah demam babi secara baik. Tercatat ASF telah membunuh lebih dari 500 juta babi di negara tetangga Vietnam, Burma, Laos, dan Kamboja.
Kekhawatiran tentang wabah muncul setelah laporan babi peliharaan mini di Ibu Kota Bangkok ditemukan mati karena ASF setelah pemiliknya melakukan tes laboratorium di universitas setempat. Wabah apa pun akan semakin membebani pasokan babi yang sudah kekurangan di negara itu. Kondisi itu telah menyebabkan lonjakan harga daging babi domestik menjadi sekitar 250 baht (7,44 dolar AS) per kilogram dari sekitar 150 baht beberapa bulan lalu.
Harga diperkirakan dapat meningkat hingga 300 baht per kilogram menjelang perayaan Tahun Baru Imlek, ketika permintaan daging babi meningkat. Negara Asia Tenggara itu pada 6 Januari melarang ekspor babi hidup hingga April dalam upaya untuk mengendalikan reli harga.