REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Pemprov Jabar, menggelar rapat Kalibrasi Kolaboratif Penyusunan Peta Jalan Pengendalian Inflasi Daerah se-Jawa Barat 2022-2024 di Ballroom Trans Luxury Hotel, Kota Bandung, Senin petang (10/1/2022).
Menurut Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat Setiawan Wangsaatmaja, peta jalan pengendalian inflasi Jawa Barat harus sejalan dengan tiga arahan Presiden dalam Rakornas Pengendalian Inflasi 2021.
Ketiga arahan itu, kata dia, yakni menjaga ketersediaan stok dan stabilitas harga, melanjutkan upaya yang tidak hanya fokus pada stabilitas harga. Tetapi juga proaktif mendorong sektor ekonomi yang tumbuh makin produktif, dan memanfaatkan momentum pandemi Covid-19 untuk meningkatkan nilai tambah di sektor pertanian.
Menurut Setiawan, perkembangan tingkat inflasi di Jawa Barat sebelumnya harus menjadi referensi dalam mengendalikan tingkat inflasi, baik di provinsi maupun kabupaten/kota. "Semua (data) merupakan referensi untuk kita semua sebagai TPID baik di provinsi maupun kabupaten/kota. Dan kita tetap harus memegang bagaimana mekanisme. Jadi ini salah satu yang komitmen kita,” kata Setiawan.
Selain itu, Setiawan juga memaparkan pencapaian program pengendalian inflasi di Jawa Barat, mulai dari Sistem Logistik Daerah (SISLOGDA) melalui program Sistem Distribusi Pangan Terintegrasi (SIPIT), pengembangan Sistem Informasi Pengendalian Inflasi Daerah (SILINDA) di Jabar dalam rangka stabilitasi harga, sampai digitalisasi hulu-hilir UMKM Pertanian Jabar.
Sementara menurut Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Jawa Barat Herawanto, semangat kolaborasi dalam pengendalian inflasi di Jawa Barat sangat penting dilakukan.
Penyelenggaraan kalibrasi kolaboratif penyusunan peta jalan ini, kata dia, merupakan salah satu upaya untuk terus meningkatkan dan memastikan proram kerja pengendalian inflasi daerah yang sustainable.
Apalagi, kata Herawanto, pengendalian inflasi pada tahun 2022 -2024 akan menghadapai berbagai tantangan yang tidak mudah. Di mana, pada masa pandemi laju inflasi cenderung berada di bawah sasaran inflasi yang mengindikasi lemahnya permintaan. Oleh karena itu, salah satu cara yang mutlak dilakukan adalah jaringan pergudangan sebagai bagian dari sistem yang terintegrasi.
“Kemudian melalui digitalisasi program pengendalian inflasi terus didorong secara terbuka agar semakin inovatif. Baik dari sisi produksi, pascaproduksi (pengolahan), distribusi dan pemasaran, pembiayaan dan pembayaran,” kata Herawanto.
Hal tersebut juga didukung dengan isu ketahanan pangan yang perlu diharmonisasikan dengan strategi 4K yakni ketersediaan pasokan, keterjangkauan harga, kelancaran distribusi, dan komunikasi efektif.
“Karena ketersediaan pangan strategis menjadi kekuatan tersendiri yang perlu dibangkitkan dalam menjaga kestabilan harga pangan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat,” kata Herawanto.