Rabu 12 Jan 2022 01:37 WIB

Polisi Buru Perusak Sesajen Semeru

Beredar video pria yang memaki peletakkan sesajen di desa terdampak erupsi Semeru.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Agus Yulianto
Warga membawa sesajen. (Ilustrasi)
Foto: ANTARA/Nyoman Hendra Wibowo
Warga membawa sesajen. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Kabid Humas Polda Jawa Timur, Kombes Pol Gatot Repli Handoko menyatakan, pihaknya terus bergerak memburu pria perusak sesajen di kawasan Semeru, yang videonya viral di media sosial. Pria tersebut diduga kuat beralamat di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB).

"Ya kita bukan hanya ke daerah NTB, tapi di beberapa tempat yang diduga keberadaan pelaku. Kita berusaha mencari ke beberapa lokasi tersebut. Bukan cuma NTB," ujar, Gatot, Selasa (16/1).

Meski sudah melakukan pengejaran dan penyelidikan, kepolisian masih kesulitan mengungkap identitas pelaku. Gatot memastikan, ketika pihaknya mampu menangkap yang bersangkutan, akan diinformasikan kepada masyarakat.

"Masih dalam pencarian. Belum ditemukan. Yang bersangkutan (pelaku) yang jelas belum bisa kita update. Karena ini masih dalam penyelidikan polisi. Nanti kalau sudah ketemu baru kita sampaikan," ujarnya. 

Dia mengaku, polisil telah menggali informasi di sekitar aksi pembuangan dan perusakan sesajen di Semeru. Hasilnya, masyarakat tak mengenal wajah pria yang viral dalam rekaman video tersebut.

"Masyarakat tidak ada yang kenal yang bersangkutan. Kalau infonya yang bersangkutan itu relawan masih kita cek datanya pada Posko Tanggap Bencana apakah orang tersebut relawan atau bukan," kata dia.

Sebelumnya, beredar video pria memakai rompi hitam yang memaki peletakkan sesajen di salah satu desa terdampak erupsi Gunung Semeru. Pria itu membuang dan menendang sesajen yang ada di sana.

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menyataka, tindakan tersebut sebagai wujud intoleransi. Dia menyarankan tidak ada kejadian serupa. 

Khofifah mengatakan, sesajen yang diletakkan di kawasan Semeru sudah menjadi tradisi masyarakat setempat. Maka, sudah seharusnya pendatang atau relawan yang membantu korban menghormati tradisi di sana. 

"Kejadian seperti ini seharusnya tidak perlu jika sikap saling menghormati dan toleransi selalu dikedepankan," ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement