Rabu 12 Jan 2022 22:19 WIB

Banyak yang Kondisinya Pas-pasan, SLB di DIY Perlu Perhatian Lebih dari Pemerintah

Sumber pembiayaan, SDM dan fasilitasnya masih banyak terbatas

Rep: Silvy Dian Setiawan / Red: Hiru Muhammad
Petugas melakukan screning kesehatan siswa berkebutuhan khusus saat Vaksinasi COVID-19 untuk siswa berkebutuhan khusus di SLB N 1 Bantul, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul, D.I Yogyakarta, Jumat (10/9/2021). Vaksinasi untuk 375 siswa berkebutuhan khusus dan keluarga itu guna mendukung percepatan menuju Herd Immunity COVID-19.
Foto: ANTARA/Andreas Fitri Atmoko
Petugas melakukan screning kesehatan siswa berkebutuhan khusus saat Vaksinasi COVID-19 untuk siswa berkebutuhan khusus di SLB N 1 Bantul, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul, D.I Yogyakarta, Jumat (10/9/2021). Vaksinasi untuk 375 siswa berkebutuhan khusus dan keluarga itu guna mendukung percepatan menuju Herd Immunity COVID-19.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA--DPRD DIY menyebut sekolah luar biasa (SLB) perlu mendapat perhatian yang lebih dari pemerintah daerah (pemda). Di DIY sendiri, jumlah SLB sendiri sekitar 70 sekolah

Wakil Ketua DPRD DIY, Huda Tri Yudiana mengatakan, sebagian besar SLB dikelola oleh swasta dengan kondisi pas-pasan. Bahkan, katanya, lembaga yang menangani pendidikan inklusi tersebut sebagian besar berorientasi secara murni pada sosial kemanusiaan.

Baca Juga

Sumber pembiayaannya pun, lanjut Huda, sangat terbatas. Begitu pun dengan SDM hingga fasilitasnya juga masih banyak yang terbatas.

Hal ini diperparah dengan kondisi bahwa sebagian besar warga yang berkebutuhan khusus berasal dari keluarga yang kurang mampu. Sedangkan, untuk penyelenggaraan dan pemenuhan fasilitas di SLB sendiri merupakan kewenangan dari Pemda DIY.

"Adanya perda terkait pendidikan khusus, mestinya bisa menjadi pintu masuk untuk perhatian lebih ini dari sisi penganggaran maupun fasilitasi, termasuk bantuan SDM guru/tenaga kependidikan," kata Huda, Rabu (12/1).

Selain itu, Pemda DIY juga diminta untuk mengembangkan pendidikan inklusi yang aksesnya mudah dijangkau. Dalam mengembangkan pendidikan inklusi, jumlah, kualitas hingga kesejahteraan SDM sangat diperlukan. "Jangan kemudian kita kembangkan inklusi tetapi SDM-nya mengambil dari SLB tanpa menambah jumlahnya," ujar Huda.

Huda menyebut, ada beberapa keluhan dari penyelenggara pendidikan inklusi yang tenaga pendidiknya berstatus PNS ditarik. Tidak hanya itu, juga ada keluhan yang masuk ke pihaknya bahwa adanya penurunan Bantuan Operasional Sekolah Daerah (BOSDA) pada tahun 2021 menjadi Rp 470 ribu per siswa dari yang sebelumnya sebesar Rp 850 ribu per siswa di 2020.

Padahal, BOSDA tersebut diandalkan bagi tenaga pendidik di SLB swasta. Untuk itu, ia meminta kepada pemda agar memberi perhatian lebih dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan inklusi di DIY. "Perlu penambahan dan pelatihan guru-guru inklusi, penambahan SDM di SLB, sarana prasarana dan keperluan dasar lain," jelas Huda.

Pendanaan dalam meningkatkan pendidikan inklusi juga dapat dianggarkan dari APBD maupun dana keistimewaan (danais). Ia juga meminta agar dilakukan pendataan dan perencanaan yang lengkap terkait dengan penyelenggaraan pendidikan inklusi di SLB.

Melalui pendataan dan perencanaan tersebut, kata Huda, dapat dialokasikan anggaran secara komprehensif. "Jangan setengah-setengah atau sekedar menggugurkan kewajiban untuk fasilitasi penyelenggaraan pendidikan ini karena kewenangan pemda DIY. Harus ada standarisasi yang layak, rencana komprehensif dan penganggaran memadai," tambahnya.

 

 

 

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement