REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sid Fullarton memang baru berusia delapan tahun. Akan tetapi, dia paham betul daftar alergi makanannya yang dapat mengancam jiwa.
"Telur, kacang-kacangan, biji-bijian, ikan, dan kacang arab," kata Sid menyebutkan semua makanan yang dia alergi, dilansir NBC Chicago, Kamis (13/1/2022).
Sid membawa kantong Spiderman kecil berisi epinefrin dan obat alergi ke mana pun dia pergi. Adik perempuannya, Lola, yang berusia lima tahun, juga memiliki alergi.
"Saya memiliki alergi yang sama Sid, kecuali kacang arab, dan saya juga alergi pewarna makanan," ujar Lola.
Ibu mereka, Shayna Fullarton, sangat waspada dengan apa yang dimakan keluarganya. Shayna mulai menyadari bahwa dia merasa tidak enak badan setelah makan makanan tertentu, terutama sushi, makanan laut.
"Melalui pemeriksaan dan cek darah, dokter mengungkap bahwa saya telah mengembangkan intoleransi terhadap kerang dan beberapa makanan lainnya," kata Fullarton.
Menurut Ruchi Gupta selaku direktur Center for Food Allergy & Asthma Research (CFAAR) di Northwestern Feinberg School of Medicine and Lurie Children’s Hospital, intoleransi makanan berbeda dari alergi makanan. Alergi makanan dimediasi oleh kekebalan, sehingga sistem kekebalan seseorang melihat makanan sebagai penyerang lalu kemudian menyerang balik.
"Intoleransi berada di sisi lain spektrum, biasanya terjadi akibat ketidakmampuan seseorang untuk mencerna makanan," jelas Gupta.
Selama pandemi, Gupta menulis sebuah buku Food Without Fear untuk membantu orang mengidentifikasi, mencegah, dan menangani masalah terkait makanan. Ada 85 juta orang dewasa di Amerika Serikat menghindari makanan.
"Sering kali orang menyantap makanan dan memiliki reaksi negatif, namun kemudian tidak pergi ke dokter untuk mendapatkan diagnosis," ujar Gupta.
Mendapatkan diagnosis itu, menurut Gupta, bisa menyelamatkan nyawa. Hampir setengah dari lebih dari 26 juta orang dewasa Amerika dengan alergi makanan, sekitar 10 persen dari semua orang dewasa, mengembangkan setidaknya satu alergi makanan setelah usia 18 tahun.