KURUSETRA -- Salam Sedulur... "Dan Bandung, bagiku bukan cuma masalah geografis. Lebih jauh dari itu, melibatkan perasaan yang bersamaku ketika sunyi." Sepenggal kalimat dari novelis Pidi Baiq yang diabadikan di salah satu tembok terowongan Jalan Asia Afrika tersebut sedikit banyak mereprentasikan seberapa kuat Kota Bandung mengukir kenangan di perjalanan hidup banyak orang. Pidi Baiq bahkan berhasil membuat Bandung semakin mengakar dengan kesuksesan novel Dilan yang mengangkat kisah percintaan anak remaja.
Sebagai pusat semestanya Jawa Barat, Kota Bandung memang selalu menggoda para pelancong untuk singgah. Sementara bagi warganya, Bandung adalah kota di mana sejarah dan cinta kuat terpatri. Sayangnya, meski menjadi salah satu destinasi wisata dan sekarang sudah dipadati perumahan hingga tempat kongkow-kongkow, jarang ada yang mengetahui jika awalnya Bandung lahir dari rahim sebuah danau purba.
Nama Bandung diserap dari kata bendung atau bendungan. Zaman dahulu kala, aliran air di Sungai Citarum terhenti karena terbendung oleh lava yang mengalir dari kawah Gunung Tangkuban Parahu. Imbasnya, wilayah Padalarang hingga Cicalengka yang berjarak sekitar 30 kilometer serta wilayah sejauh 50 kilometer yang terbentang antara Gunung Tangkupan Parahu hingga Soreang, terendam air.
Air yang terbendung tersebut terkumpul menjadi sebuah telaga besar yang kemudian disebut Danau Bandung atau Danau Bandung Purba. Namun, seiring waktu, air di Danau Bandung lama-kelamaan asat. Di atas lahan bekas Danau Purba itulah berdiri Kota Bandung.
Dalam versi lain, kata Bandung berasal dari nama sebuah kendaraan air, yakni dua perahu yang diikat berdampingan yang disebut perahu bandung. Kendaraan itu dipakai Bupati Bandung, R.A. Wiranatakusumah II melayari Citarum guna menjadi tempat baru menggantikan ibu kota lama di Dayeuhkolot.
Danau Purba
Dalam lingkup ilmu geologi, teori paling terkenal dalam pembentukan Kota Bandung datang dari Haryoto Kunto dalam bukunya berjudul Wajah Bandoeng Tempo Doeloe. Sekitar 15-20 juta tahun lalu, seperti diceritakan dalam buku tersebut, dataran tinggi Bandung masih terendam di dasar lautan. Kala itu, utara Pulau Jawa masih menyatu dengan samudra, hanya sebelah selatan Pengalengan berada di pesisir pantai. Beberapa pulau volkanik terdapat di depan pantai itu.
Sisa lapisan yang diendapkan puluhan juta tahun lalu terabadikan di Purwakarta dan Subang. Sedangkan, batuan napal dan gamping atau karang yang ditemukan di wilayah tersebut, mengandung fosil binatang laut foraminifera, seperti Cyoloclypeus dan Lepidecyclina (Kusumadinata, 1959). (Baca: Fosil Hewan Purba Ditemukan di Kawasan Waduk Saguling)
Perlahan-lahan, pada periode revolusioner, di akhir zaman Miosen (25-14 juta tahun silam), secara bertahan pantai laut Jawa yang berada di Selatan Pengalengan, sekarang masuk Kabupaten Bandung, bergeser makin ke utara. Letaknya kini tak jauh dari Kota Bandung.
Pergeseran itu karena pembentukan gunung (orogenese) dan proses pelipatan lapisan bumi. Sedimen yang terlipat lalu naik ke atas permukaan laut.
Periode selanjutkan ada kegiatan volkanik dan sedimentasi cekungan dalam laut di utara Bandung. Kegiatan itu mengakibatkan munculnya bukit-bukit Selacau yang berbentuk mirip piramida. Di periode revolusioner tekanan dari sedimen menimbulkan proses pembentukan gunung disusul menghilangnya Selacau.
Kita loncat ke era Plestosen atau sekitar 1 juta tahun lalu. Seperti dijelaskan dalam , "The Geology of Bandung" karya Prof.Dr.Th.H.F.Klomp, di masa itu beberapa kegiatan volkanik di wilayah utara Bandung sempat membentuk kumpulan gunung api yang ukuran dasarnya 20 km dengan ketinggian antara 2.000-3.000 meter. Gunung ini terkenal dengan sebutan Gunung Sunda, sebuah gunung raksasa dengan sebuah kaldera di puncaknya.
Saat itu, Gunung Burangrang numpang nemplok di gunung tersebut. Di periode tersebut pula Gunung Sunda hancur sejalan dengan terjadinya Patahan Lembang. Dan di periode sekarang Sesar Lembang yang menjadi primadona juga memiliki ancaman timbulnya gempa bumi. (Baca: Sesar Lembang di Bandung Berpotensi Besar Timbulkan Bencana)
Sekitar 11 ribu tahun lalu di zaman Holosen, lahirnya Gunung Tangkubanparahu sebagai anak dari kaldera Gunung Sunda. Gunung itu dalam rekam sejarah sudah mengalami tiga kali erupsi besar yang mengeluarkan lava dan api. Wilayah utara Bandung yang menjadi daerah paling terkena dampaknya.
Salah satu erupsi besar terjadi pada 6.000 tahun lalu. Muntahan dari erupsi besar ini tersebar dari Ciumbuleuit dan menyumbat Sungai Citarum yang mengalir di lembah Cimeta bagian utara Padalarang. Dari peristiwa itu terbentuklah Danau Bandung yang oleh orang tua disebut Situ Hiang.
Oia, periode erupsi besar itu dalam cerita rakyat Pasundan terjadi karena perahu yang tengkurap usai ditendang Sangkuriang karena gagal mempersunting ibu kandungnya, Dayang Sumbi.
Setelah danau itu airnya asat atau surut, muncullah dataran tinggi Bandung. Asatnya air di Danau Purba Bandung dipercaya karena aliran Sungai Citarum terbebas dan mengalir menembus bukit-bukit Rajamandala Batujajar melewati terowongan alam Sanghiangtikoro.
Luas Danau Purba Bandung
Jika sebuah danau pernah menjadi cikal bakal sebuah kota, pertanyaannya seberapa luas danau tersebut? Sebagai gambaran, Danau Purba Bandung terbentang seluas 50 kilometer dari Cicalengka sampai Padalarang. Dari bukit utara Dago sampai ke perbatasan Soreang-Ciwidey sejauh 30 kilometer. Sementara kedalaman danau diperkirakan sekitar 25-30 meter.
Panjangnya proses geologi tersebut melahirkan Bandung Raya yang dianugerahi keindahan alam luar biasa. Letak geografis yang dikelilingi pegunungan dan gunung api, membuat Kota Bandung dan kabupaten di sekitarnya subur. Faktor itu pula yang membuat para pelancong betah berlama-lama dan kembali lagi ke sana.
Tak heran, sebagai bentuk kekaguman akan alam Bandung, Martinus Antonius Weselinus Brouwer, seorang sastrawan Belanda menciptakan ungkapan yang melegenda: "Bumi Pasundan (Bandung) tercipta saat Tuhan sedang tersenyum."
Penjelasan lebih lengkap dan menyenangkan tentang Danau Purba yang menjadi cikal bakal Kota Bandung, juga bisa kita dapatkan di Museum Geologi Bandung. Di museum tersebut, tak hanya soal Bandung, kita bisa memperkaya pengetahuan tentang kehidupan manusia dan alam semesta.
Baca Artikelnya: Terpesona Mahmud Bandung Penghuni Museum Geologi
Tonton Juga Videonya: Dikejar T-Rex dan Gajah Purba Mamut di Museum Geologi Bandung