Kamis 20 Jan 2022 17:16 WIB

Suku Bunga Acuan BI Tetap, Bauran Kebijakan Berubah

Keputusan ini sejalan dengan perlunya menjaga inflasi, kurs, dan sistem keuangan.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Fuji Pratiwi
 Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo. Kebijakan suku bunga BI tetap, tapi BI mengubah bauran kebijakan.
Foto: Bank Indonesia
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo. Kebijakan suku bunga BI tetap, tapi BI mengubah bauran kebijakan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 19-20 Januari 2022 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,50 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25 persen.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, keputusan ini sejalan dengan perlunya menjaga stabilitas inflasi, nilai tukar, dan sistem keuangan. Serta upaya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, di tengah tekanan eksternal yang meningkat.

Baca Juga

"Menegaskan pernyataan dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2021 tanggal 24 November 2021, bauran kebijakan Bank Indonesia pada tahun 2022 diarahkan untuk menjaga stabilitas dengan tetap mendukung upaya pemulihan ekonomi nasional," kata Perry dalam konferensi pers, Kamis (20/1).

Dalam hal ini, kebijakan moneter pada 2022 akan lebih diarahkan untuk menjaga stabilitas. Sementara kebijakan makroprudensial, sistem pembayaran, pendalaman pasar uang, serta ekonomi-keuangan inklusif dan hijau, tetap untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Perry menjelaskan, kebijakan moneter pada 2022 akan lebih diarahkan untuk menjaga stabilitas. Ini sekaligus untuk memitigasi dampak rentetan global dari normalisasi kebijakan di negara maju, khususnya Bank Sentral AS (The Fed).

BI juga memperkuat kebijakan nilai tukar Rupiah untuk menjaga stabilitas nilai tukar yang sejalan dengan fundamental ekonomi dan mekanisme pasar. Pada 2022, Perry mengatakan, BI akan mulai melakukan normalisasi kebijakan likuiditas di perbankan.

"Hal ini dilakukan dengan tetap memastikan kemampuan perbankan dalam penyaluran kredit atau pembiayaan kepada dunia usaha," kata dia.

Termasuk juga dengan tetap berpartisipasi dalam pembelian SBN untuk pembiayaan APBN. Tingginya rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) saat ini sebesar 35,12 persen.

Normalisasi likuiditas akan mulai dilakukan pada Maret 2021 terhadap  dengan menaikkan secara bertahap Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah untuk Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah, dan Unit Usaha Syariah. Ini masih didukung dengan pemberian insentif.

Selain itu, BI juga akan memperluas penggunaan QRIS. Ketersediaan Uang Rupiah dengan kualitas yang terjaga di seluruh wilayah NKRI melalui penguatan strategi digitalisasi dan perluasan distribusi uang.

Dalam akselerasi pendalaman pasar valas terhadap Rupiah dalam rangka mendukung stabilitas nilai tukar Rupiah, serta perluasan instrumen lindung nilai (hedging), dan fasilitasi perdagangan-investasi antarnegara.

BI juga akan memperkuat kebijakan ekonomi-keuangan inklusif dan hijau terutama dari sisi dunia usaha atau permintaan kredit. Ditujukan untuk mendukung pemulihan ekonomi yang berkelanjutan melalui program pengembangan UMKM dan pemberdayaan Perorangan Berpenghasilan Rendah.

Ini dilakukan untuk mendorong UMKM dan usaha syariah naik kelas. Serta melalui penguatan kebijakan dan kelembagaan hijau Bank Indonesia untuk mendukung transisi menuju ekonomi rendah karbon.

BI juga memperkuat kebijakan internasional dengan memperluas kerja sama dengan bank sentral dan lembaga internasional lain, fasilitasi perdagangan dan investasi, serta bersama Kementerian Keuangan menyukseskan enam agenda prioritas jalur keuangan Presidensi Indonesia pada G20 tahun 2022. 

 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement