REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University, Prof Dr Ir Rokhmin Dahuri MS mengatakan, pengelolaan daerah aliran sungai (DAS), pesisir dan laut perlu dilakukan terpadu. “Mengapa pengeloaan DAS, pesisir, dan laut harus dilakukan secara terpadu? Karena, di dalam suatu unit (satuan) wilayah pembangunan (wilayah pesisir) pada umumnya karakteristik biogeofisik (ekologi) nya tidak homogen, dan terdiri dari lebih dari dua jenis ekosistem: estuari, mangrove, padang lamun, terumbu karang, dan lainnya,” kata Prof Rokhmin Dahuri saat menjadi narasumber FGD Direktorat Jenderal Penataan Ruang Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan, di Jakarta, Senin (24/1).
Selain itu, Prof Rokhmin menambahkan, suatu wilayah pesisir merupakan suatu wilayah multi-fungsi dan multi-sektor pembangunan, seperti perikanan budidaya, perikanan tangkap, pariwisata, pertambangan, energi, industri manufakturing, dan lainnya.
“Suatu wilayah pesisir dipengaruhi oleh proses-proses alamiah dan dampak (externalities) dari beragam kegiatan manusia di wilayah daratan (upland areas) maupun laut lepas,” ujar Rokhmin yang membawakan makalah berjudul Resolusi Pengelolaan Wilayah Laut, Pesisir dan DAS Terpadu untuk Mendukung Program Terobosan KKP 2021-2024.
Dalam kesempatan tersebut, Rokhmin memaparkan transformasi struktural ekonomi Indonesia. Yakni, dari dominasi eksploitasi sumberdaya alam (SDA) dan ekspor komoditas (sektor primer) dan buruh murah, ke dominasi sektor manufaktur (sektor sekunder) dan sektor jasa (sektor tersier) yang produktif, berdaya saing, inklusif, menyejahterakan, dan berkelanjutan (sustainable); modernisasi dan hilirisasi sektor primer (kelautan dan perikanan, pertanian, kehutanan, dan ESDM) secara produktif, efisien, berdaya saing, inklusif, ramah lingkungan dan berkelanjutan; dan revitalisasi industri manufakturing yang unggul sejak masa Orba: (1) makanan dan minuman (mamin), (2) TPT (tekstil dan produk tekstil), (3) elektronik, (4) otomotif, dan lainnya.
Selanjutnya, kata dia, pengembangan industri manufakturing baru: maritim (kelautan), EBT, semikonduktor, baterai nikel, bioteknologi, nanoteknologi, Industry 4.0, dan lainnya. “Semua pembangunan ekonomi (butir-1 s/d 4) mesti berbasis pada Ekonomi Hijau (Green Economy) dan digital (Industry 4.0),” paparnya seperti dikutip dalam rilis yang diterima Republika.co.id.
Rokhmin juga mengungkapkan bahwa chips (semikonduktor) kini menjadi penentu persaingan antarnegara. “Chips yang terbuat dari material semikonduktor menjadi penentu persaingan antar bangsa (maju-mundurnya bangsa) di Era Industry 4.0, Abad-21 ini,” ujarnya.
Ia menjelaskan, chips dibutuhkan untuk memproduksi hampir semua produk di zaman post-modern (Abad-21) ini, mulai dari jam tangan, mesin otomotif, microwave, lemari es, mesin cuci, komputer hingga peluru kendali.
“China menyerap (menggunakan) 60 persen total semikonduktor dunia. Sementara, Taiwan memegang kendali dalam rantai pasok global semikonduktor,” tutur Rokhmin yang juga ketua umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI).
Chips (semikonduktor) terbuat dari campuran: silikon, tembaga, nikel, rare earths, dan mineral lainnya. “Karena, Indonesia merupakan produsen nikel terbesar di dunia, tembaga ke-10, dan rare earth, mestinya Indonesia (Provinsi Sulteng) menjadi bangsa yang paling kompetitif (maju, sejahtera, dan berdaulat),” kata Rokhmin.
FGD Direktorat Jenderal Penataan Ruang Laut (PRL) dibuka oleh Sesditjen PRL Dr Hendra Yusran Siry SPi MSc dan ditutup oleh Plt Dirjen PRL Dr Ir Pamuji Lestari MSc.