Jumat 28 Jan 2022 10:47 WIB

Industri Hasil Tembakau Terdampak Kenaikan Cukai

Sampai saat ini proses recovery ekonomi karena pendemi Covid 19 belum pulih.

Buruh tani memanen daun tembakau. (ilustrasi)
Foto: ANTARA/Fransisco Carolio
Buruh tani memanen daun tembakau. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Industri hasil tembakau (IHT) terdampak kenaikan cukai rokok yang kembali dilakukan pemerintah tahun ini. Kenaikan ini dipertanyakan Ketua Koalisi Tembakau, Bambang Elf, terlebih dilakukan di tengah pandemi Covid-19 yang efeknya masih belum hilang.

Pendemi yang sempat membuat resesi ekonomi menjadikan petani dan para pelaku industri hasil tembakau juga mengalami kesulitan. "Menurut saya kenaikan cukai tahun 2022 sebesar 12,5 persen ini sangat eksesif," ujar dia.

Pada 2020, Bambang mengatakan, ada kenaikan cukai yang sangat tinggi pada saat sedang dihantam pandemi Covid 19. Tahun 2021 kembali ada kenaikan cukai rokok. "Harusnya kenaikannya bisa ditekan, karena sampai saat ini proses recovery ekonomi karena pendemi Covid 19 belum pulih,” kata dia.

Menurut Bambang kenaikan cukai berpotensi punya pengaruh negatif terhadap sektor ketenagakerjaan terutama di sektor IHT. Namun karena keputusan kenaikan cukai sudah diambil pemerintah, ia hanya bisa menuruti keputusan pemerintah.

“Dari sisi buruh atau ketenagakerjaan, kenaikan cukai yang sangat besar berpotensi jadi masalah dengan kemungkinan pemutusan hubungan kerja atau PHK oleh produsen IHT karena berkurangnya volume penjualan," ujar Bambang.

"Tinggal kita melihat kedepannya, apabila benar-benar mengakibatkan pengurangan tenaga kerja, maka tahun 2023 pemerintah harus memberikan kompensasi dengan tidak menaikkan cukai  agar IHT bisa bertahan," ucap dia menambahkan. 

Bambang berharap pemerintah mempunyai peta jalan atau road map yang jelas tentang industri rokok nasional. Sehingga bisa dipastikan setiap tahun berapa kenaikan cukainya sehingga bisa diantisipasi oleh masyarakat IHT.

Pengamat kebijakan publik yang juga direktur Public Trust Institute (PTI), Hilmi Rahman Ibrahim, mengatakan kebijakan kenaikan cukai yang tinggi pada saat ekonomi sedang terpukul bukanlah langkah yang tepat. Pemerintah mestinya menelurkan kebijakan yang mendorong pemulihan ekonomi, bukan justru memberatkan sektor ekonomi.

"Kita tidak boleh menutup mata, industri hasil tembakau nasional kita menyerap jutaan tenaga kerja, menggerakan sektor ekonomi," ujar Hilmi.

Sediki banyak, Hilmi melanjutkan, IHT ikut membantu pemulihan ekonomi dengan menggerakan ekonomi ril. Kalau kemudian, pemerintah mengeluarkan kebijakan menaikkan cukai 12,5 persen dan menaikkan harga jual eceran, itu justru memberatkan IHT. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement