REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional atau Bappenas menyebut ekonomi hijau menjadi pendorong transformasi ekonomi untuk melepaskan Indonesia dari jebakan negara menengah atau middle income trap. Hal ini merupakan bagian terpenting dari transformasi ekonomi menuju negara berpendapatan tinggi pada 2045.
Direktur Ketenagakerjaan Bappenas Mahatmi Parwitasari Saronto mengatakan ekonomi hijau juga mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
"Transformasi ekonomi diharapkan memberikan manfaat tidak hanya pada pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan tapi juga menciptakan peluang kerja hijau atau green job dan investasi hijau atau green investment," ujarnya saat webinar Lapangan Kerja Hijau, Selasa (8/2/2022).
Dalam penerapan ekonomi hijau, menurutnya, pemerintah akan mengimplementasikan pembangunan rendah karbon yang tak hanya meningkatkan pertumbuhan ekonomi tapi juga menurunkan emisi karbon sebesar 27,3 persen pada 2024.
“Pembangunan rendah karbon akan diimplementasikan melalui lima strategi utama yaitu penanganan limbah dan ekonomi sirkular, pengembangan industri hijau, pengembangan energi berkelanjutan, pembangunan laut dan pesisir rendah karbon, dan pemulihan lahan berkelanjutan,” ucapnya.
Namun Mahatmi menyebut saat ini transisi ekonomi hijau masih menghadapi beberapa tantangan, yakni terkait pendanaan ekonomi hijau, potensi aset yang telah terbangun menjadi terdampar, dan tantangan terkait transfer teknologi.
"Serta yang tidak kalah penting yaitu tantangan dalam mempersiapkan sumber daya manusia bermigrasi ke lapangan kerja hijau. Pandemi yang saat ini kita alami juga menambah besarnya kerjaan yang akan kita lakukan," ucapnya.
Sementara itu Deputi Bidang Ekonomi Bappenas Amalia Adininggar Widyasanti menambahkan ekonomi hijau akan menciptakan 4,4 juta lapangan kerja baru pada 2030. "Potensi ekonomi hijau membutuhkan model bisnis baru. Model bisnis baru ini tentu membutuhkan keahlian baru yang diperkirakan akan tercipta 4,4 juta lapangan kerja baru terkait green jobs," ucapnya.
Menurutnya lapangan kerja baru itu akan terbuka pada beberapa sektor prioritas seperti energi terbarukan, pertanian, manajemen limbah, transportasi, dan pariwisata. Diperkirakan kontribusinya terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar Rp 600 triliun pada 2030.
"Tapi potensi dari ekonomi hijau ini juga harus dilengkapi dan diiringi dengan ketersediaan pekerja yang memang memahami apa yang diperlukan oleh industri-industri yang mengarah kepada industri hijau ini," ucapnya.
Maka itu, menurutnya, pemerintah perlu membantu calon tenaga kerja untuk mempersiapkan keahlian yang dibutuhkan oleh lapangan kerja hijau, salah satunya sektor energi baru dan terbarukan yang masih belum dikembangkan secara optimal. Dia mencontohkan potensi tenaga surya sebagai sumber energi di Indonesia sebesar 207,9 gigawatt tapi baru dimanfaatkan sebesar 0,3 gigawatt sedangkan potensi hydro sebagai sumber energi sebesar 94,5 gigawatt tapi baru dimanfaatkan sebesar 6,1 gigawatt
"Dan banyak lagi potensi energi baru dan terbarukan yang masih besar dan sebagian besar masih menggunakan energi existing. Tinggal komitmen dan kemauan kita bersama untuk mengarah dan mendorong transisi energi yang lebih progresif," ucapnya.