'Penangkapan Warga Wadas Oleh Aparat Timbulkan Trauma'
Rep: My40/My41/ Red: Fernan Rahadi
Sejumlah warga yang sempat ditahan polisi tiba di halaman masjid Desa Wadas, Bener, Purworejo, Jawa Tengah, Rabu (9/2/2022). Sebanyak 64 warga Desa Wadas dibebaskan oleh pihak kepolisian terkait aksi penolakan pembangunan Bendungan Bener. | Foto: Antara/Hendra Nurdiyansyah
REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Polemik penangkapan warga Desa Wadas pada 8-9 Februari 2022 yang lalu masih berlanjut. Warga masih mengalami trauma yang berat dan merasa terancam akan insiden ini.
Salah satu warga menjelaskan bahwa saat kejadian pada Selasa (8/2), banyak anak usia remaja turut menjadi korban penangkapan oleh polisi. Selain itu, para sesepuh juga mengalami kekerasan hingga bajunya sobek, ditarik-tarik, dan ada yang mendapatkan pukulan serta bentakan. Para warga yang sedang mujahadah di masjid pun terpaksa harus bertahan di dalam karena peneroran oleh aparat terus berlangsung.
"Pada hari itu warga stay di rumah masing-masing, tidak ada yang keluar rumah kecuali yang ikut mujahadah di masjid Krajan. Di luar masjid sudah banyak aparat, warga terpaksa harus bertahan di situ sampai menjelang maghrib, mereka diteror aparat yang melakukan kekerasan di depan mata dan itu betul-betul membekas," kata salah satu warga yang tidak ingin disebut namanya, dalam konferensi pers bertajuk "Pasca Penangkapan Warga 8-9 Februari 2022", Kamis (9/2).
Sementara itu, pihak Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta mencoba mendatangi lokasi penahanan warga di Polsek Bener. Namun, kedatangannya tidak mendapat respons sebagaimana mestinya bahkan dilarang untuk menemui warga. Hingga akhirnya terjadi pemindahan penahanan warga ke Polres Purworejo.
Diketahui, jumlah warga yang ditahan lebih dari yang diperkirakan sebelumnya, yakni sekitar 60 orang. Pihak LBH pun tidak mendapat keterangan yang jelas terkait penangkapan tersebut.
"Kami tidak mendapatkan keterangan yang jelas apa yang menjadi dasar polisi menangkap warga dan polisi tidak mampu menjelaskan secara pasti mereka ditangkap karena apa, dia hanya berbicara penangkapan ini berkaitan dengan rangkaian peristiwa-peristiwa sebelumnya," tutur Direktur LBH Yogyakarta, Yogi Zul Fadhli.
Sementara itu, Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Trisno Raharjo mengatakan bahwa pihak penegak hukum dalam melakukan tindakan untuk mengamankan satu wilayah masih menggunakan cara-cara lama yang tidak jelas prosedur dan duduk persoalannya. Pengamanan warga juga seharusnya ada tata cara penangkapan yang diproses secara formal, bukan penarikan secara paksa.
"Kami sangat berharap aparat penegak hukum dalam hal ini kepolisian dapat menjalankan komitmen yang telah disampaikan kepada Muhammadiyah bahwa tidak ada upaya-upaya intimidasi kemudian melakukan penekanan kepada warga masyarakat," kata Trisno Raharjo.