KURUSETRA -- Salam Sedulur... The Grand Old Man, sebuah julukan yang diberikan kepada sosok manusia pilihan yang pernah dimiliki Indonesia, Agus Salim. Keluasan ilmunya, kepiawaiannya di atas mimbar, dan keluwesannya dalam berdiplomasi, membuat nama Agus Salim begitu melekat di perjalanan bangsa ini.
Agus Salim diketahui menguasai 9 bahasa. Ia pernah berguru kepada Syekh Ahmad Khatib, mahaguru dari dua ulama besar KH Ahmad Dahlan dan Hadratussyaikh alias KH Hasyim Asyari.
Namun, luasnya ilmu tidak membuat Agus Salim menjaga jarak dengan orang lain. Agus Salim yang seorang vegetarian itu bisa berbicara sama nyamannya dengan petugas ronda yang keliling kampung serta mampir ke rumah kontrakannya dan dengan Pangeran Philip, suami penguasa Inggris, Ratu Elizabeth.
Dengan Pangeran Philip, ada cerita menarik ketika kedua tokoh tersebut bertemu. Pangeran Philip pernah terganggu dengan asap rokok kretek yang diembuskan Agus Salim. Maklum, Agus Salim adalah seorang perokok berat, sehingga rokok tidak pernah absen diisapnya.
Ketika itu dalam sebuah rangkaian acara Kerajaan Inggris, yakni penobatan Ratu Elizabeth yang menggantikan ayahnya yang wafat pada 4 Juni 1953. Agus Salim sebelumnya sudah diminta diplomat Robert Brash untuk tidak melakukan kebiasaanya menyulut rokok kretek di Westminster Abbey saat penobatan Ratu Elizabeth berlangsung.
Saat itu Brash memohon Agus Salim berhenti merokok sebelum memasuki gedung. Sebab, selama perjalanan di dalam mobil Agus Salim tidak berhenti menyalakan rokoknya.
Saat jamuan makam malam yang berlangsung di Buckingham Palace. Agus Salim melihat Duke of Edinburg, Pangeran Philip gelisah. Ia lalu menghampiri Pangeran Philip dan sengaja melambai-lambaikan rokok kretek yang telah disulutnya.
Melihat Pangeran Philip yang terganggu, Agus Salim memaksanya menghirup aroma rokok kretek. "Apakah Yang Mulia tahu benda apa ini?" tanya Agus Salim.
Pangeran Philip ragu menjawab, “Rasanya saya tidak mengenal aroma ini, Tuan.”
"Ini adalah benda yang membuat tuan-tuan datang dan menjajah negeri kami. Cengkeh," kata Agus Salim. Jawaban itu membuat Pangeran Philip tak berkutik. Akibat jawaban itu sang pangeran pun tertawa sehingga suasana menjadi cair.
Diplomasi itu dikenal sebagai diplomasi rokok kretek. Saking berkesannya, Pangeran Philip mengenalkan Agus Salim kepada sang Ratu, “This gentleman comes from Indonesia.”
Karena itu, Agus Salim mendapatkan banyak pujian setinggi langit. “Orang tua yang sangat pandai ini adalah seorang yang jenius. Ia mampu bicara dan menulis secara sempurna sedikitnya dalam 9 bahasa. Kelemahannya hanya satu: ia hidup melarat," tulis Het dagboek van Schermerhoon, buku harian dari Schermerhoon.
Sejumput cerita Agus Salim itu rasanya sudah cukup membuat para pemuda Indonesia memiliki panutan. Tak perlu rasanya kita sebagai bangsa yang besar dan memiliki segudang pahlawan dan tokoh bangsa menjadikan orang asing sebagai idola. Padahal, Indonesia memiliki banyak tokoh tak kalah hebat dan mentereng.
Jika ingin mencari panutan nasionalis ada Ir Soekarno, di bidang ekonomi kita bisa belajar dari Dr Mohammad Hatta. Di bidang teknologi BJ Habibie jawabannya, sedangkan mendulang pemahaman agama kita memiliki banyak ulama yang disegani dunia, dua di antara pendiri ormas Islam terbesar di dunia, KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asyari. Jenderal Besar Soedirman bisa menjadi panutan di bidang militer, sementara perjuangan BM Diah bisa kita ambil pelajarannya di bidang kewartawanan. Sedangkan tentang pendidikan karakter kita bisa belajar dari Ki Hajar Dewantara, HOS Tjokroaminoto, dan Agus Salim.