Kamis 17 Feb 2022 13:12 WIB

Sri Mulyani Ingatkan Dampak Mengerikan Jika Pemulihan Ekonomi Global tak Merata

Menurut Sri Mulyani, penting memastikan seluruh negara pulih bersama

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kedua kiri) bersama Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (kedua kanan) memimpin pertemuan tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral atau Finance Ministers and Central Bank Governors Meeting (FMCBG) di Jakarta Convention Center, Jakarta, Kamis (17/2/2022). Pertemuan yang berlangsung pada 17-18 Februari 2022 itu merupakan rangkaian pertemuan di Jalur Keuangan dalam Presidensi G20 Indonesia yang membawa enam agenda prioritas, yakni exit strategy untuk mendukung pemulihan yang adil, pembahasan scarring effect untuk mengamankan pertumbuhan masa depan, sistem pembayaran di era digital, keuangan berkelanjutan, inklusi keuangan, dan perpajakan internasional.
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kedua kiri) bersama Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (kedua kanan) memimpin pertemuan tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral atau Finance Ministers and Central Bank Governors Meeting (FMCBG) di Jakarta Convention Center, Jakarta, Kamis (17/2/2022). Pertemuan yang berlangsung pada 17-18 Februari 2022 itu merupakan rangkaian pertemuan di Jalur Keuangan dalam Presidensi G20 Indonesia yang membawa enam agenda prioritas, yakni exit strategy untuk mendukung pemulihan yang adil, pembahasan scarring effect untuk mengamankan pertumbuhan masa depan, sistem pembayaran di era digital, keuangan berkelanjutan, inklusi keuangan, dan perpajakan internasional.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan penting memastikan seluruh negara pulih bersama untuk menghindari penumpukan ketidakseimbangan."Seperti yang kita semua saksikan, ekonomi global telah pulih, tetapi pemulihan tidak merata," ungkap Menkeu Sri Mulyani dalam Opening of the 1st Finance Minister and Central Bank Governor Meeting di Jakarta, Kamis (17/2/2022).

Pemulihan ekonomi yang berbeda mungkin memiliki implikasi yang signifikan, karena dapat menyebabkan kecepatan normalisasi kebijakan yang berbeda dan berpotensi menciptakan kondisi likuiditas global yang lebih ketat. Namun untuk mencapai pemulihan yang lancar dan mencapai pertumbuhan yang kuat, berkelanjutan, seimbang, dan inklusif, terdapat pula kebutuhan mendesak untuk mengatasi masalah bekas luka memar ekonomi yang berkepanjangan.

Baca Juga

Sri Mulyani menilai pandemi Covid-19 telah menyebabkan disrupsi ekonomi global yang dalam, baik dari sisi penawaran maupun permintaan. Seperti yang ditunjukkan oleh sejarah, disrupsi seperti pengangguran yang tinggi, investasi yang lemah, dan produktivitas yang rendah, jika tidak ditangani dengan baik dan cepat, pasti akan meninggalkan bekas luka yang tahan lama.

Bekas luka tersebut dapat menghambat pemulihan sektor swasta dan menyebabkan dampak jangka panjang pada keuangan publik, serta dapat mempengaruhi baik sektor riil maupun sektor keuangan, yang pada akhirnya akan menghambat kemajuan menuju pertumbuhan ekonomi yang kuat dan tangguh.

"Dengan latar belakang ini, saat dunia bergerak menuju pemulihan, ada kebutuhan yang mendesak untuk mengatasi risiko yang berasal dari normalisasi kebijakan dan efek luka memar perekonomian," tegas Sri Mulyani.

Karena tu, ia berpendapat kebijakan ke depan harus dikembangkan dengan kalibrasi yang baik, terencana dengan matang, strategi keluar yang dikomunikasikan dengan baik, dan mengidentifikasi strategi untuk mengatasi efek luka memar perekonomian.Di sisi lain, kata Sri Mulyani, harus dipastikan pula bahwa pertumbuhan ekonomi tetap inklusif dan tak ada negara yang tertinggal.

 

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement