REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Artati Widiarti, mengatakan peluang ekspor produk kelautan dan perikanan kian terbuka dengan tercapainya persetujuan kesepakatan perjanjian perdagangan antara Indonesia dengan berbagai negara. Artati mengajak pelaku usaha, termasuk usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) untuk naik kelas dan memanfaatkan peluang tersebut.
"Sesuai dengan tujuh arahan Presiden Joko Widodo bahwa Indonesia harus memperluas akses pasar nontradisional, membantu UMKM untuk siap ekspor. Alhamdulillah kita (Indonesia) telah mengesahkan beberapa perjanjian perdagangan internasional. Ini merupakan peluang besar pelaku usaha ekspor produk kelautan dan perikanan ke pasar baru," kata Artati di Jakarta, Rabu (23/2/2022).
Artati mencontohkan persetujuan kesepakatan dagang antara Indonesia dengan beberapa negara Eropa seperti Islandia, Liechtenstein, Norwegia, dan Swiss) yang tergabung dalam European - Free Trade Association (EFTA) melalui Indonesia European - Comprehensive Economic Partnership Agreement (IE-CEPA) telah menyepakati penurunan tarif impor dan hampir seluruh tarif impor produk perikanan di negara-negara tersebut menjadi nol persen sejak November 2021.
Selain itu lanjut Artati, liberalisasi perdagangan mencakup berbagai aspek antara lain bidang jasa, investasi, sanitary and phyto-sanitary, hak kekayaan intelektual, ketentuan asal barang, trade and sustainable development, legal and institutional issues, dan cooperation and capacity building.
"Pembukaan akses pasar ke EFTA diharapkan dapat menyalurkan produk perikanan ke Eropa secara luas dan menjangkau wilayah Eropa Timur," ungkapnya.
Berikutnya, ucap Artati, Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) merupakan perundingan perdagangan bebas antara negara Asia Tenggara dengan lima negara mitra, yaitu Jepang, Korea Selatan, China, Australia, dan Selandia Baru.
Selain menyepakati penurunan tarif bea masuk barang di antara negara anggota, sambung Artati, RCEP juga memberikan peluang pemanfaatan regional value chain dalam mengakses bahan baku dan pendukung bahan baku dengan preferensi tarif bea masuk yang lebih rendah.
Artati memaparkan potensi penurunan tarif bea masuk yang dapat diraih misalnya di Jepang, Indonesia akan mendapatkan pembebasan tarif secara bertahap untuk Tilapia, Catfish, Cobia, Crabs dan Swimming Crabs, Mussels, Snails, dan Fillet.
"Kemudian untuk Tuna Olahan akan diturunkan bertahap dari 9,6 persen menjadi 4,7 persen. Di Korea Selatan, Indonesia berpeluang mendapatkan pembebasan tarif secara bertahap, di antaranya untuk Swordfish, Tuna, Makerel, Teri, Udang, dan Fillet. Di China, Australia, dan Selandia Baru, Indonesia akan dibebaskan tarif bea masuk untuk produk perikanan," ucap Artati.
Artati menyampaikan kerja sama Indonesia Mozambique - Preferential Trade Agreement (IM-PTA) huga menyepakati penurunan tarif untuk Tuna Segar, Kepiting, dan Udang Beku. Indonesia mendapat pemangkasan tarif bea masuk sampai dengan 50 persen dari tarif normal yang berlaku.
"Negara-negara pesaing Indonesia di Mozambique, seperti China, Thailand, Vietnam, Filipina masih dikenakan tarif normal. Hal ini dinilai sebagai peluang diversifikasi pasar nontradisional yang cukup besar," ungkap Artati.