Kamis 24 Feb 2022 04:11 WIB

P2G Sorot Sejumlah Pasal dalam Draf RUU Sisdiknas

P2G khawatirkan isi RUU Sisdiknas memberatkan masyarakat ke depan.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Indira Rezkisari
Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim (kiri) menyorot sejumlah pasal dalam draf Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas).
Foto: Republika/Prayogi
Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim (kiri) menyorot sejumlah pasal dalam draf Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menyorot sejumlah pasal dalam draf Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas). Salah satu pasal yang mereka khawatirkan adalah pasal yang terkait dengan pembiayaan pendidikan.

"Misalnya di beberapa pasal di dalam itu terkait dengan pembiayaan pendidikan. Kami khawatir ada semangat di dalam RUU Sisdiknas yang memberatkan masyarakat di kemudian hari setelah RUU ini disahkan," ujar Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim, Rabu (23/2/2022).

Baca Juga

Kekhawatiran itu, kata dia, disebabkan oleh adanya aturan yang membebankan pembiayaan pendidikan kepada masyarakat. Menurut dia, aturan tersebut akan menunjukkan negara tidak memenuhi kewajibannya dalam melakukan pemenuhan hak dasar pendidikan warga secara maksimal.

"Karena masyarakat diberikan juga kewajiban. Ini kan lucu ya, perspektif pendidikan sebagai hak dasar semestinya negara yang memenuhi kewajiban tersebut kan. Bukan masyarakat. Jadi kami khawatir biaya pendidikan akan mahal ke depan nanti," kata dia.

Selain itu, aturan lain yang juga pihaknya sorot adalah pasal terkait pengevaluasian peserta didik yang dilakukan oleh dua lembaga, yakni pemerintah dan lembaga mandiri. Menurut Salim, pihaknya khawatir evaluasi terhadap peserta didik oleh dua lembaga itu ke depannya akan membebani anak-anak.

"Kalau di UU Sisdiknas yang eksis sekarang, peserta didik itu dinilai oleh guru dan sekolah. Tidak perlu ada lembaga mandiri atau bahkan pemerintah. Jadi memang harus jelas juga antara terminologi evaluasi dengan terminologi penilaian," jelas Salim.

Menurut dia, terminologi evaluasi semestinya dilakukan kepada suatu program atau sistem pendidikan. Jika memang itu yang dimaksud, maka lembaga mandiri memang dapat berperan agar evaluasi yang dilakukan bisa lebih objektif, transparan, tidak parsial, dan berkeadilan.

"Tapi kalau yang dievaluasi adalah peserta didik alias siswa, ini kan sebenarnya domainnya sekolah, bahkan domainnya guru. Jadi dengan adanya RUU Sisdiknas ini akan menghidupkan kembali format ujian atau semangat UN dan itu jelas akan membebani siswa," ujar Salim.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement