REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Pemerintah Rusia mengatakan, belum ada kemajuan signifikan dalam pembicaraan damai dengan Ukraina. Rusia menuding Kiev menghentikan negosiasi dengan membuat proposal yang tidak dapat diterima Moskow.
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengungkapkan, sebelum ada kemajuan signifikan dalam pembicaraan damai, tidak ada dasar untuk menggelar pertemuan antara Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.
“Bagi kami untuk berbicara tentang pertemuan antara kedua presiden, pekerjaan rumah harus dilakukan. Pembicaraan harus diadakan dan hasilnya disepakati. Sejauh ini belum ada kemajuan yang signifikan,” ucapnya kepada awak media, Senin (21/3).
Menurut Peskov, delegasi Rusia lebih menunjukkan kesediaan untuk memajukan proses pembicaraan menuju kesepakatan dibandingkan tim negosiator Ukraina. “Mereka (negara-negara) yang dapat menggunakan pengaruh mereka atas Kiev untuk membuatnya lebih akomodatif dan konstruktif pada pembicaraan ini,” ujarnya.
Sebelumnya Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan, Rusia dan Ukraina hampir mencapai kesepakatan mengenai isu-isu yang “kritis”. Dia berharap gencatan senjata dapat tercapai jika kemajuan dalam pembicaraan oleh kedua belah pihak terus terjalin.
“Kami dapat mengatakan, kami berharap untuk gencatan senjata jika para pihak tidak mengambil langkah mundur dari posisi saat ini,” kata Cavusoglu dalam sebuah wawancara yang dipublikasikan pada Ahad (20/3), dikutip laman TRT World.
Dalam wawancara dengan stasiun televisi Aljazirah, juru bicara kepresidenan Turki Ibrahim Kalin mengonfirmasi keterangan Cavusoglu. Dia mengungkapkan, Rusia dan Ukraina sudah mendekati titik kesepakatan terkait empat isu utama. Isu tersebut antara lain tentang dilepaskannya ambisi Ukraina bergabung dengan NATO, demiliterisasi, apa yang disebut Rusia sebagai “de-nazifikasi”, dan perlindungan bahasa Rusia di Ukraina.
Ukraina dan Barat telah menolak referensi Rusia tentang "neo-Nazi" dalam kepemimpinan Ukraina dan menganggapnya sebagai propaganda tak berdasar. Hal itu karena pemerintahan Ukraina saat ini terpilih secara demokratis. Kalin pun menyebut referensi semacam itu menyinggung Kiev. Meski merupakan salah satu anggota NATO, Turki merupakan salah satu negara yang paling aktif dalam memediasi Rusia dan Ukraina.