REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagai ormas Islam tertua yang berdiri sejak era kolonialisme, Syarikat Islam (SI) selama ini berfokus pada dakwah ekonomi dan membangun kemandirian umat. Kendati demikian, persyarikatan ini juga tidak melupakan problem sosial yang hidup dalam realitas umat sehari-hari.
Berkaca dari berbagai upaya peminggiran umat melalui aneka isu, Syarikat Islam bahkan kini berkomitmen untuk membentuk desk Anti-Islamophobia. Hal ini disampaikan pada pembukaan Musyawarah Nasional Alim ulama Syarikat Islam di Jakarta pada Senin (21/3/2022).
Sekretaris Jenderal Syarikat Islam, Ferry Joko Juliantono menjelaskan, runtuhnya bangunan islamofobia yang dikembangkan ulang sejak 11 September 2001 seharusnya membangkitkan umat Islam untuk bergerak dan menunjukkan agamanya sebagai agama welas asih bagi dunia.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menetapkan 15 Maret 2022 sebagai hari perlawanan terhadap phobia Islam. Sementara, menurut Feery, umat Islam sendiri kurang menyambutnya dengan berbagai gerakan yang menunjukkan bahwa agama ini bertolak belakang dengan wajah yang selama ini dikembangkan orang-orang yang memusuhinya.
“Ini agama welas asih yang bisa membawa dunia ke dalam kedamaian penuh sejahtera alias agama rahmatan lil alamin,” ujar Ferry dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Selasa (22/3/2022).
Ferry menunjukkan contoh bagaimana mereka yang selama ini mengembangkan Islamofobia, justru menjadi pihak yang senantiasa menunjukkan kekejian. Misalnya, negara Zionis Israel yang tanpa alasan menyerang rakyat Palestina dan Masjid Al-Aqsa pada 2021 lalu.