REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Presiden Rusia Vladimir Putin menolak pengunduran diri Gubernur bank sentral Rusia, Elvira Nabiullina. Publik menilai pengunduran diri Nabiullina di tengah konflik Rusia-Ukraina merupakan pengkhianatan terhadap Putin, yang telah bekerja sama dengannya selama hampir dua dekade.
Nabiullina mengajukan pengunduran diri kepada Putin, namun ditolak. Putin justru memperpanjang masa jabatan Nabiullina selama lima tahun ke depan. Nabiullina diminta mengelola dampak dari konflik Rusia-Ukraina terhadap ekonomi dalam negeri.
Nabiullina belum berkomentar secara terbuka tentang pengangkatannya kembali. Juru bicara bank sentral dan Kremlin juga tidak menjawab permintaan komentar.
Nabiullina disukai oleh investor. Majalah bidang ekonomi yaitu Euromoney dan The Banker menyebut Nabiullina sebagai salah satu pembuat kebijakan moneter terbaik dunia. Sekarang dia harus menghadapi ekonomi masa perang yang terisolasi oleh sanksi internasional, dan kekurangan investasi karena perusahaan asing telah meninggalkan Rusia.
Sejak operasi militer khusus Rusia ke Ukraina, nilai mata uang rubel terhadap dolar AS terjatuh. Selain itu, sanksi yang diberlakukan oleh Barat dan beberapa negara lainnya telah berdampak pada ekonomi Rusia. Nabiullina mengambil langkah untuk menggandakan suku bunga, dan memberlakukan kontrol modal untuk menahan arus keluar uang tunai. Bank sentral menghentikan intervensi untuk mempertahankan rubel, setelah Barat separuh dari total cadangan devisa Rusia yaitu 643 miliar dolar AS.
“Selama ada eskalasi, bank sentral hanya bisa beradaptasi dengan guncangan,” kata mantan pejabat tinggi bank sentral Rusia, Oleg Vyugin.
Beberapa pejabat bank sentral menggambarkan keadaan putus asa sejak invasi berlangsung. Mereka merasa terjebak dalam sebuah institusi yang dikhawatirkan tidak akan banyak berfungsi, karena Rusia terputus dari dunia luar.
Sebelum invasi, para pejabat memodelkan skenario yang mencakup kemungkinan pemutusan layanan pesan keuangan SWIFT. Mereka menganggap, Barat tidak mungkin membekukan cadangan devisa Rusia karena tindakan ini terlalu ekstrem. Namun kenyataannya, Barat telah membekukan separuh dari cadangan devisa Rusia.
Awal bulan ini, Putin meyakini bahwa Rusia mampu mengatasi kesulitan ekonominya. Putin membandingkan gelombang pembatasan yang dihadapi Rusia saat ini, dengan sanksi yang diberlakukan pada Uni Soviet selama Perang Dingin. Menurut Putin, Uni Soviet mampu hidup di bawah sanksi dan menjadi negara yang kuat. Putin optimistis, sanksi yang dijatuhkan Barat saat ini dapat menciptakan kemandirian ekonomi bagi Rusia.
“Uni Soviet hidup di bawah sanksi, berkembang dan mencapai kesuksesan besar," ujar Putin, dilansir Bloomberg, Kamis (24/3/2022).
Para ekonom memperkirakan terjadi penurunan pertumbuhan ekonomi sebanyak dua digit tahun ini. Sementara runtuhnya rubel dan kekurangan barang dapat memicu inflasi sebanyak 25 persen atau tertinggi di Rusia sejak default utang pemerintah pada 1998.
Dalam sebuah video pendek kepada staf bank sentral pada 2 Maret, Nabiullina memohon kepada semua pihak untuk menghindari debat politik. Dia menggambarkan situasi ekonomi saat ini sangat ekstrem.
"Ini (debat politik) hanya membakar energi yang kita butuhkan untuk melakukan pekerjaan kita," ujar Nabiullina.