Rabu 30 Mar 2022 11:17 WIB

Dialog Kebangsaan BPIP Angkat Tema Moderasi Beragama

Moderasi beragama menjadi tema Dialog Kebangsaan BPIP.

Dialog Kebangsaan BPIP Angkat Tema Moderasi Beragama dan Etika Media Sosial, Rabu (30/3/2022). Foto: Pimpinan BPIP, UIN Sunan Kalijaga, dan menteri agama RI 2014-2019 saat berpose di Dialog Kebangsaan BPIP.
Foto: Dok Republika
Dialog Kebangsaan BPIP Angkat Tema Moderasi Beragama dan Etika Media Sosial, Rabu (30/3/2022). Foto: Pimpinan BPIP, UIN Sunan Kalijaga, dan menteri agama RI 2014-2019 saat berpose di Dialog Kebangsaan BPIP.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dan UIN Sunan Kalijaga (Suka), Rabu (30/3/2022), menggelar Forum Group Discussion (FGD) dan dialog kebangsaan bertema Pembangunan Narasi Persatuan dalam Kebhinekaan dan Moderasi Beragama antar Tokoh Agama se-Indonesia. Acara yang bertempat di Hotel Royal Ambarrukmo Yogyakarta ini dihadiri oleh kalangan akademisi dan ormas keagamaan.

Pada sambutan pembukaannya, Prof Yudian menyosialisasikan tentang Salam Pancasila kepada para peserta FGD. Sejarah dan latar belakang Pancasila yang diadopsi dari Salam Merdeka Bung Karno dijelaskan oleh Prof Yudian.

Baca Juga

Salam ini sejatinya dikenalkan Presiden pertama RI Sukarno pada 1945. "Bung Karno bilang kita ini kemajemukannya berlapis-lapis. Supaya tidak repot dengan hal-hal sensitif, maka perlu ada salam pemersatu kebangsaan," kata Prof Yudian mengutip pernyataan Bung Karno.

Oleh karena itu, dicarilah salam yang bisa merangkum semua yang tidak menimbulkan perbedaan. Karena itu, Bung Karno mengusulkan salam merdeka yang bentuk gerakannya seperti salam Pancasila sekarang ini.

Karena itu, oleh Ibu Megawati Soekarnoputri selaku ketua Dewan Pembina BPIP, salam merdeka Bung Karno diadopsi menjadi salam Pancasila.

Bentuk gerakannya yaitu mengangkat tangan kanan lima jari di atas pundak sedikit. Ini maksudnya adalah mengamalkan kelima sila Pancasila dan harus ditanggung dan menjadi kewajiban bersama-sama rakyat Indonesia.

Kemudian, setiap jemari tidak berpisah. Ini maksudnya adalah antara sila satu dengan yang lainnya saling menyatu dan menopang. 

 

Kemudian, Prof Yudian menyinggung soal konsensus dalam berbangsa dan bernegara. Menurutnya, legitimasi tertinggi bukan di kelompok. Tetapi, ada di kebersamaan dan persahabatan.

Intinya, konsensus merupakan sumber hukum tertinggi yang mengatur kehidupan. Untuk agama, konsensusnya adalah kitab suci masing-masing. Karena ini dalam kehidupan bernegara, maka konsensusnya termaktub dalam UUD 1945.  

"UUD 45 itu isinya nilai-nilai keagamaan yang sudah disepakati bersama, tapi bahasanya pakai bahasa hukum," kata Prof Yudian.

"UUD 45 itu tujuannya untuk menyelamatkan kita," kata Prof Yudian.

Karenanya, Prof Yudian selalu menegaskan bahwa tidak ada toleransi tanpa konsensus. Karena,  nanti masing-masing standarnya berbeda.  

"Masing-masing nanti punya warna antara kelompok yang satu dengan yang lainnya," kata Yudian.

 

Karena itu, Prof Yudian berharap FGD ini bisa menjadi wadah ide-ide dan pandangan dari para tokoh agama. Dan, dibuat deklarasi tentang ke-Indonesiaan, khususnya etika dalam bermedia-sosial. Dan, hasil deklarasi ini bisa disampaikan ke internal masing-masing organisasi kemasyarakatan.

photo
Kepala BPIP Prof Yudian Wahyudi saat membuka DIalog Kebangsaan BPIP di Yogyakarta, Rabu (30/3/2022). - (Dok Republika)

 

Sementara, Rektor UIN Suka Prof Al Makin mengatakan, FGD ini didasari kajian UIN Suka selama bertahun-tahun tentang hubungan persahabatan antar umat beragama maupun internal beragama. Dalam banyak kajian UIN dari Aceh sampai Papua, ditemukan hasil bahwa persahabatan di kalangan remaja, anak, dan para mahasiwa umumnya didadasari kesamaan iman, kedaerahan, dan aliran. "Jarang sekali persahabatan didasari lintas organisasi dan lintas iman," kata Prof Al Makin.

Karena itu, Prof Al Makin mengatakan bahwa ukuran moderasi beragama itu sederhana. Yakni, seberapa banyak teman kita yang tidak berbahasa sama dengan kita, tidak berorganisasi sama dengan kita, dan tidak sama cara beribadahnya.

"Maka mari kita tingkatkan persahabatan," kata Prof Al Makin.

"Mari kita sosialisasikan di masyarakat dan medsos, bahwa kita semua bersahabat, berkawan, dan bersaudara. Saya kira ini sangat diperlukan dalam konteks ke-Indonesiaan yang sangat kaya," tambah Prof Al Makin.

Selain itu, Prof Al Makin mengatakan bahwa masyarakat harus kembali ke akar ke-Indonesiaan. Di mana, akar jati diri ke-Indonesiaan itu memiliki empat hal yakni keadilan, moderasi, kebajikan, dan persahabatan.

Menurut Prof Al Makin, kembali ke akar jati diri bangsa Indonesia itu sebenarnya sudah dilakukan oleh para pendiri bangsa. Misalnya, Sukarno, Hatta, H Agus Salim, M Yamin, hingga Sutan Sjahrir, sudah mempelajari jati diri bangsa Indonesia sebelum proklamasi.

"M Yamin misalnya, sangat senang mengutip kita Sutasoma, menggali sejarah Majapahit, ini luar biasa," kata M Yamin.

Karena itu, Prof Al Makin mengapresiasi langkah BPIP dalam menjaga dan mengawal nilai-nilai Pancasila. Selain itu, BPIP terus menggali nilai-nilai Pancasila dalam masyarakat.

FGD ini dihadiri oleh sejumlah kalangan. Dari BPIP, selain Prof Yudian Wahyudi selaku kepala BPIP, juga hadir Sekretaris Utama BPIP DR Karjono, Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Romo Benny Susetyo, Deputi Bidang Hubungan, Sosialisasi, Komunikasi, dan Jaringan Prakoso.

Juga dihadiri oleh para akademisi. Di antaranya Rektor UIN Suka Prof Al Makin, Rektor IAIN Papua. Hadir juga mantan menteri Agama 2014-2019 Lukman Hakim Saifuddin. Dan, juga dihadiri ormas keagamaan di antaranya NU, Muhamadiyah, Al Washliyah, KWI, Gusdurian, Setara Institute, dan Syafii Ma'arif Institute.

Adapun dua agenda besar kegiatan ini adalah dialog kebangsaan tentang moderasi beragama, deklarasi kebangsaan, dan talk show tentang penggunaan media sosial dalam membangun moderasi beragama di era revolusi industri 4.0.

photo
Suasana diskusi dalam Dialog Kebangsaan BPIP di Yogyakarta yang dipandu oleh menteri agama 2014-2019 Lukman Hakim Saifuddin. - (Dok Republika)

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement