Rabu 30 Mar 2022 15:48 WIB

Ilmuwan Temukan Aerosol Padat di Atmosfer Benua Arktik

Partikel aerosol amonium sulfat yang seharusnya berbentuk cair ternyata sangat padat,

Rep: mgrol136/ Red: Dwi Murdaningsih
Kutub Utara
Kutub Utara

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Benua Arktik kehilangan es laut pada tingkat yang mengkhawatirkan. Lebih sedikit es berarti lebih banyak perairan terbuka. Artinya, lebih banyak emisi gas dan aerosol dari laut ke atmosfer, menghangatkan atmosfer dan membuatnya lebih berawan.

Ketika kelompok ilmuwan aerosol Universitas Michigan Kerri Pratt mengumpulkan aerosol dari atmosfer Arktik pada musim panas 2015, Rachel Kirpes, seorang mahasiswa doktoral pada saat itu, melihat sesuatu yang tidak biasa: Partikel amonium sulfat tidak tampak seperti aerosol cair pada umumnya.

Baca Juga

Kirpes menemukan bahwa, partikel amonium sulfat yang seharusnya berbentuk cair ternyata sangat padat, saat ia bekerja dengan sesama ilmuwan aerosol Andrew Ault. Temuan tim dipublikasikan dalam jurnal Prosiding National Academy of Sciences.

Aerosol padat memiliki potensi untuk mengubah pembentukan awan di Kutub Utara. Para peneliti berharap untuk melihat lebih banyak partikel unik yang tercipta dari emisi lautan yang akan berdampak pada pembentukan awan dan iklim. 

Memahami karakteristik aerosol di atmosfer juga penting untuk meningkatkan kapasitas model iklim dalam memprediksi iklim saat ini dan masa depan di Kutub Utara dan sekitarnya.

"Arktik memanas lebih cepat daripada tempat lain di dunia. Karena kita memiliki lebih banyak emisi dari perairan terbuka di atmosfer, jenis partikel ini bisa menjadi lebih penting," kata Pratt, profesor kimia, dan ilmu bumi dan lingkungan. 

Aerosol yang diamati dalam penelitian ini berukuran hingga 400 nanometer dengan diameter yang hampir 300 kali lebih kecil dari diameter rambut manusia. Aerosol di Kutub Utara sering dianggap cair, menurut Ault, asisten profesor kimia.

Partikel berubah cair ketika kelembaban relatif atmosfer mencapai 80 persen, yang kira-kira setara dengan tingkat hari yang lembab. Saat Anda mengeringkan aerosol lagi, dibutuhkan sekitar 35 hingga 40 persen kelembaban relatif untuk mengubahnya menjadi padat. 

Para peneliti mengantisipasi untuk mendeteksi aerosol cair karena udara di atas Samudra Arktik atau samudra mana pun lembab. Ukuran, komposisi, dan fase aerosol atmosfer juga mempengaruhi perubahan iklim melalui penyerapan air dan pembentukan awan, menurut penelitian tersebut.

 

Pengamatan aerosol

Pada Agustus dan September 2015, tim Pratt mengumpulkan aerosol di Utqiavik, titik paling utara Alaska. Untuk mencapainya, mereka menggunakan penabrak bertingkat, yang merupakan perangkat dengan banyak tahap dalam mengumpulkan partikel berdasarkan ukurannya. 

Kirpes menggunakan teknik mikroskop dan spektroskopi untuk mengevaluasi komposisi dan fase partikel yang berukuran lebih kecil dari 100 nanometer di laboratorium Ault.

"Jika kita kembali ke beberapa dekade ketika ada es di dekat pantai, bahkan pada bulan Agustus dan September, kita tidak akan mengamati partikel-partikel ini. Kita mengamati konsekuensi dari perubahan iklim ini," kata Pratt.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement