Dulunya, saat Ramadhan, tiap rumah bergantian menyajikan makanan ini untuk dibawa ke masjid. Namun, sekarang tradisi itu sudah jarang dijumpai karena banyak yang tidak menguasai resep ataupun karena warga keturunan Arab banyak yang berpindah ke luar Pekojan. Itulah yang membuat bubur syurbah ini tidak populer lagi di Pekojan.
"Warga keturunan Arab di sini juga sudah makin sedikit, sudah lebih banyak orang China dan warga lokal, tapi sebenarnya semua keturunan Arab pasti bisa bikin bubur syurbah, termasuk saya," jelas Habib Achmad kepada Republika.co.id, Senin (4/4/2022).
Menurut Habib Achmad, bumbu-bumbu untuk membuat bubur syurbah juga tak sulit didapat di Indonesia. Butuh jinten, ketumbar, dan bumbu gulai.
"Bumbu di Indonesia banyak, jadi tidak terlalu sulit untuk bikinnya. Tapi yang bikin beda, tangan yang masak aja," kata Habib Achmad yang juga imam Masjid Langgar Tinggi Pekojan.
Habib Achmad juga mengapresiasi diangkatnya bubur syurbah atau bubur kuning pekojan sebagai menu spesial untuk berbuka puasa dan sarapan di Hotel Mercure Jakarta Batavia. Ia pun berharap, bubur syurbah tidak sekadar legenda, namun bisa terus eksis sampai nanti.