REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) memperkirakan Bank Sentral AS Federal Reserve (The Fed) bisa menaikan suku bunga acuannya hingga lebih dari tujuh kali. Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, pertimbangan BI berdasar pada tekanan inflasi AS yang terus meningkat.
"Semula BI perkirakan Fed Fund Rate (FFR) naik lima kali. Dengan kenaikan inflasi tinggi dan sekarang kenaikan energi dari geopolitical tension, FFR kami perkirakan naik tujuh kali, bahkan kami menakar kenaikan lebih tinggi lagi," kata Perry dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Rabu (13/4).
Pada hari ini, AS mengumumkan tingkat inflasi Maret 2022 telah mencapai 8,5 persen, tertinggi dalam sejarah sejak 1981. Hal ini terjadi karena perkembangan terakhir dari tekanan geopolitik konflik Rusia-Ukraina yang menyebabkan naiknya harga energi.
Perry mengatakan, kenaikan harga yang terjadi di dalam negeri terus dipantau untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional. Ia optimistis, tingkat inflasi Indonesia pada akhir tahun akan berada di kisaran 2-4 persen.
"Kami dari KSSK sudah melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan stabilitas keuangan tetap terjaga," katanya.
Dalam menjaga stabilitas eksternal, BI dan Kemenkeu berkoordinasi dalam menjaga yield surat berharga negara tetap. Kenaikan FFR telah berimbas pada naiknya yield surat berharga AS atau US Treasury jadi sekitar 2,3 persen yang kemungkinan akan naik lagi.
Perry menyampaikan, secara mekanisme pasar ada tekanan yield SBN di dalam negeri yang meningkat. Sehingga, akan ada penyesuaian yang saat ini sedang dikoordinasikan.
"Adjustment sedang kami koordinasikan. Tentu ada kenaikan tapi secara wajar, terukur, dan masih memberikan daya tarik arus modal asing masuk," kata Perry.