Sabtu 16 Apr 2022 04:55 WIB

Erick Thohir Terbitkan Aturan Dukung Implementasi UU TPKS di BUMN

DPR telah mengesahkan RUU TPKS.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Nidia Zuraya
Menteri BUMN, Erick Thohir
Foto: PLN
Menteri BUMN, Erick Thohir

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengapresiasi pengesahan Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Sebagai langkah konkret mencegah tindakan kekerasan di lingkungan BUMN, Erick telah mengeluarkan surat edaran nomor SE-3/MBU/04/2022 tentang kebijakan berperilaku saling menghargai di tempat kerja atau respectful workplace policy (WRP) pada Kamis (14/4/2022).

"Kementerian BUMN berkomitmen menyediakan Iingkungan kerja yang saling menghormati, bebas dari diskriminasi, pengucilan atau pembatasan, pelecehan, perundungan, dan berbagai bentuk kekerasan lainnya serta menjunjung tinggi martabat dan harga diri, untuk menjaga produktivitasnya selama bekerja," ujar Erick dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (15/4/2022).

Baca Juga

Hal ini selaras dengan nilai utama BUMN yakni Akhlak dan juga menindaklanjuti Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) sesuai Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2021 Tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Tahun 2021-2025.

Selain itu, lanjut Erick, Kementerian BUMN juga memberi perhatian pada penyandang disabilitas, kesetaraan gender serta mencegah adanya bias dan diskriminasi terhadap perempuan di Iingkungan BUMN, anak perusahaan BUMN, dan perusahaan afiliasi terkonsolidasi atau Grup BUMN. Erick meminta seluruh direksi memberikan kesempatan yang sama kepada laki-laki dan perempuan dalam menduduki seluruh tingkat jabatan di perusahaan. Erick menyebut surat edaran ini bertujuan mewujudkan Iingkungan kerja yang aman, nyaman, dan harmonis.

"Aturan ini menjadi pedoman seluruh insan BUMN untuk berperilaku sopan dan menghindari berperilaku tidak hormat, termasuk perilaku yang akan menyinggung, mengintimidasi, mempermalukan orang lain, berbagai bentuk pelecehan, perundungan, serta bentuk-bentuk kekerasan lainnya yang berpotensi merendahkan harkat dan martabat kemanusiaan," ucap Erick.

Dalam surat edaran ini, Erick meminta direksi BUMN menyusun dan menerapkan RWP di lingkungan Grup BUMN. Erick mengaku tidak akan mentolerir setiap tindakan diskriminasi, kekerasan, pelecehan di seluruh lingkungan BUMN.

"Direksi BUMN ditugaskan menyiapkan program strategis maupun taktis dalam penyusunan dan penerapan RWP di lingkungan Grup BUMN," lanjut Erick.

Erick menyampaikan penerapan RWP mencakup penyiapan pola pikir dan kesadaran, kebijakan tindakan pencegahan, publikasi pencegahan diskriminasi, kekerasan, dan pelecehan, serta sistem kewaspadaan atas risiko kejadian.

Erick juga meminta BUMN memiliki strategi dalam tindakan penanganan meliputi mekanisme pelaporan, investigasi, penanganan dan pendampingan, sanksi dan support system seperti hotline, platform pelaporan, format pelaporan dan investigasi, penyiapan tim profesional pendampingan serta anggaran pendampingan.

"Dalam mekanisme pengaduan, perusahaan menyediakan sistem terintegrasi untuk

menindaklanjuti adanya diskriminasi, kekerasan, maupun pelecehan, antara lain dengan Whistle Blowing System (WBS), pengaduan kepada atasan, kepada unit pengelola SDM, melalui email maupun media pelaporan Iainnya," ungkap Erick.

Erick menyampaikan tindakan pengawasan meliputi implementasi keputusan sanksi dan

pemenuhan hak-hak korban. Erick mewajibkan seluruh insan BUMN mengimplementasikan prinsip-prinsip RWP di Iingkungan BUMN dengan menghargai perbedaan dalam lingkungan kerja yang beragam. Erick ingin memastikan setiap insan BUMN tidak diperlakukan berbeda karena karakteristiknya serta memiliki kesempatan akses sarana dan prasarana yang sama dan adil.

"Seluruh insan BUMN yang mengalami, melihat, atau mendengar terjadinya tindakan

diskriminasi, kekerasan, dan pelecehan yang terjadi di lingkungan Grup BUMN wajib melaporkan melalui jalur-jalur pelaporan yang telah disediakan dengan mengikuti persyaratan dan ketentuan yang telah ditetapkan," sambungnya.

Kata Erick, direksi BUMN wajib melakukan penindakan terhadap setiap bentuk pelanggaran dan menerapkan sanksi secara konsisten dan konsekuen sesuai dengan mekanisme yang telah ditetapkan pada masing-masing perusahaan. Selain itu,  direksi dan seluruh pihak yang menangani kegiatan RWP wajib menjaga dan menjamin kerahasiaan atas segala data dan informasi terkait kejadian pelanggaran, melakukan tindak lanjut atas pelaporan yang memenuhi persyaratan dan ketentuan yang ditetapkan, melakukan pendampingan secara terpisah terhadap pihak pelapor dan terlapor

selama proses penanganan kasus berlangsung, dan membuat pelaporan dan evaluasi atas pelaksanaan RWP secara berkala.

"Direktur utama bertanggung jawab menjamin implementasi kebijakan ini dan melakukan upaya perbaikan secara berkelanjutan. Dewan Komisaris diminta mengawasi pelaksanaan RWP dan melaporkannya kepada Menteri BUMN sebagai bagian dari laporan pengawasan berkala (setiap semester)," kata Erick menambahkan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement