REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan, bahwa negaranya akan meningkatkan dukungan militer dan kemanusiaan ke Ukraina. Hal ini ia janjikan selama pembicaraan melalui telepon dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiyy pada Sabtu (30/4/2022).
"Macron mengulangi keprihatinannya yang kuat atas pengeboman Rusia atas kota-kota Ukraina dan situasi yang tak tertahankan di kota pelabuhan Mariupol, Ukraina tenggara," kata kantor kepresidenan Prancis dalam pernyataannya.
Rusia membantah menargetkan warga sipil dalam apa yang disebutnya sebagai operasi militer khusus di Ukraina. Namun militer Ukraina mengatakan pasukan Rusia menggempur wilayah Donbas timur Ukraina pada Sabtu. Namun gagal merebut tiga wilayah sasaran, sementara Moskow mengatakan sanksi Barat terhadap Rusia dan pengiriman senjata ke Ukraina menghambat negosiasi damai.
Sejak invasi Rusia pada 24 Februari lalu Zelenskyy bersikeras sanksi-sanksi Barat harus diperkuat dan tidak bisa ambil bagian dalam negosiasi. Sejak 29 Maret yang lalu Ukraina dan Rusia belum menggelar perundingan tatap muka.
Selain itu atmosfer perundingan juga semakin suram setelah Ukraina menuduh pasukan Rusia melakukan kekejaman perang saat mereka mundur dari wilayah sekitar Kiev. Moskow membantah keras tuduhan tersebut.
Perang Rusia-Ukraina telah berlangsung selama lebih dari dua bulan, terhitung sejak dimulainya serangan 24 Februari lalu. Menurut PBB, lebih dari 5.100 warga sipil Ukraina telah menjadi korban serangan Rusia. Sebanyak 2.224 diantaranya tewas.
Badan Pengungsi PBB (UNHCR) memperkirakan akan ada sekitar 8,3 juta orang meninggalkan Ukraina tahun ini. Sejauh ini, lebih dari 5 juta warga Ukraina sudah mengungsi ke negara-negara tetangga. Konflik Rusia-Ukraina telah memicu krisis pengungsi terburuk di Eropa sejak berakhirnya Perang Dunia II.